DARAH PERJANJIAN UNTUK PENGAMPUNAN DOSA (Matius 26:26-29)
DARAH
PERJANJIAN UNTUK PENGAMPUNAN DOSA
(Matius 26:26-29)
Hari Sabtu yang lalu saya dan seluruh Majelis Jemaat yang bergabung dalam Resort 45 mengikuti Webinar, membahas tentang ajaran BNKP yang disebut Pengakuan iman BNKP, atau disebut konfesi BNKP. Salah satu topik pembahasa pada Webinar tersebut adalah tentang dosa. Pada Webinar tersebut, Nara Sumber menyampaikan satu pertanyaan, yaitu apa yang menyebabkan manusia berdosa? ia menyampaikan bahwa ada dua bentuk dosa yang menjadi penyebab mengapa orang berdosa.
1.
Dosa
asali
2.
Dosa
karena perbuatannya sendiri
Apa itu dosa asali/bõrõta horõ?
-
Dosa
dari Adam dan Hawa (Kejadian 3:1–13). Adam dan Hawa menolak kehendak Allah dan
memilih petunjuk ular.
Pemberontakan ini disebut dosa asali, yang menjadi warisan bagi setiap manusia
yang dikandung dan dilahirkan.
-
Karena
dikandung oleh orang berdosa Adam dan Hawa digambarkan seperti pohon dosa, dan
setiap buah dari pohon itu adalah berdosa secara otomatis.
-
Dosa
asali menciptakan kecenderungan untuk terus berbuat jahat (hawani nafsu / fa’a’ösi
niha), (tidak mampu untuk tidak berdosa).
-
Buah
dari Dosa Asali Manusia yang lahir membawa:
· Ketidaktahuan akan Allah
· Ketidakpercayaan
· Ketidakyakinan
· Penghinaan
· Kebencian terhadap Allah
Ii. Dosa karena
perbuatannya sendiri
- Memiliki keburukan yang sama dengan dosa
asali
- Bentuknya nyata dalam:
- Hawa nafsu
- Tidak takut akan Allah
- Tidak memiliki iman sejati
- Cenderung berbuat dosa
- Kerakusan
- Ketamakan
- Kemalasan
- Kemarahan
- Iri hati
- kesombongan
Dalam
konteks Indonesia, ada banyak bentuk dosa yang bisa ditemukan, baik dalam
kehidupan pribadi, sosial, maupun struktural.
Berikut adalah beberapa
contoh dosa yang nyata dan relevan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Indonesia:
1. Dosa Pribadi
- Kebohongan – dalam relasi keluarga,
pekerjaan, maupun media sosial.
- Perzinahan dan perselingkuhan – makin umum di era digital,
baik secara fisik maupun melalui platform online.
- Ketamakan dan keserakahan – mengejar kekayaan tanpa
memperhatikan keadilan atau belas kasih.
- Kecanduan (pornografi, narkoba, alkohol) – merusak tubuh sebagai bait Roh
Kudus dan menghancurkan relasi.
2. Dosa Sosial
- Korupsi – salah satu dosa struktural terbesar di
Indonesia, terjadi dari tingkat bawah sampai atas.
- Ketidakadilan sosial – membiarkan orang miskin
tertindas atau terpinggirkan.
- Pelanggaran terhadap hak asasi manusia – termasuk kekerasan terhadap
perempuan, anak-anak, atau minoritas agama dan suku.
- Diskriminasi dan rasisme – memandang rendah orang dari
kelompok tertentu karena asal-usul atau agamanya.
3. Dosa terhadap
lingkungan
- Perusakan alam – pembalakan liar, pencemaran
sungai, eksploitasi tambang, dan pembakaran hutan.
- Pembiaran terhadap krisis iklim – tidak peduli atau hidup boros
yang memperparah kerusakan bumi.
4. Dosa dalam relasi
gereja dan iman
- Kemunafikan rohani – tampak saleh di luar tapi
hidup dalam dosa tersembunyi.
- Pengabaian ibadah dan firman Tuhan – hidup tanpa relasi sejati
dengan Allah.
- Perselisihan dan perpecahan dalam tubuh Kristus – karena ego, gengsi, atau kepentingan pribadi.
Semua bentuk dosa ini — pribadi, sosial, lingkungan, bahkan yang terjadi dalam gereja — menunjukkan betapa kita sangat membutuhkan pengampunan dari darah Kristus. Perjamuan Kudus menjadi pengingat bahwa:
1. Tak ada dosa yang terlalu besar untuk tidak diampuni oleh kasih Allah. Yudas, karena rasa bersalah, dan merasa tidak ada lagi pengampunan, maka ia merusak hidupnya sendiri
Perjamuan Kudus bukan sekadar ritus
keagamaan. Ini adalah panggilan kasih yang menembus hati kita yang
terdalam. Saat kita mengingat tubuh dan darah Kristus yang diberikan bagi kita,
kita diingatkan akan keseriusan dosa, sekaligus kelimpahan anugerah.
Dalam terang kasih Kristus, mari kita
jujur menatap ke dalam diri:
- Apakah kita
masih menyimpan dosa tersembunyi yang belum kita akui kepada Tuhan?
- Apakah kita
pernah menyakiti sesama, memfitnah, mencuri, berlaku tidak adil,
atau bersikap masa bodoh terhadap penderitaan orang lain?
- Apakah kita
ikut terlibat—secara langsung atau diam-diam—dalam dosa-dosa masyarakat
kita: korupsi, ketidakadilan, perusakan lingkungan,
atau perpecahan gereja?
- Apakah kita mengampuni,
atau masih membiarkan kepahitan dan dendam mengikat hati kita?
Yesus tahu betapa dalamnya dosa manusia, tapi kasih-Nya jauh lebih
dalam dari itu. Ia berkata: “Inilah tubuh-Ku... inilah darah-Ku yang
ditumpahkan untuk pengampunan dosa.”
Malam ini, atau saat kamu mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus,
dengarkan suara kasih yang berkata:
“Datanglah apa adanya. Bawalah dosamu,
luka-lukamu, ketakutanmu. Aku telah menanggung semuanya. Aku memberimu hidup
baru.”
Marilah kita bertobat. Bukan karena kita takut dihukum, tapi karena kita telah melihat
kasih yang begitu besar—kasih yang rela dipecah dan ditumpahkan agar kita
dipulihkan.
2. Kita yang telah
menerima pengampunan itu dipanggil untuk bertobat dan memperbarui hidup dalam
terang kasih Kristus.
Kasih Kristus
bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk dihidupi. Ketika kita menerima
pengampunan-Nya, maka kita juga dipanggil untuk hidup dalam pertobatan yang
nyata. Artinya:
- Tidak cukup hanya menyesal, tapi juga
meninggalkan jalan dosa.
- Tidak cukup hanya tahu kebenaran, tapi
juga melakukannya setiap hari.
Mungkin selama ini kita mengaku percaya, tapi masih hidup dalam kemarahan, keegoisan, atau kompromi terhadap dosa. Hari ini, Perjamuan Kudus menjadi undangan: “Mari kembali. Mari perbarui hidupmu dalam terang kasih-Ku.”
Yesus tidak mati supaya kita hidup seadanya. Dia mati agar kita hidup dalam kebenaran, damai, dan sukacita dalam Roh Kudus. Setiap kali kita datang ke meja Tuhan, kita sedang berkata, “Tuhan, aku ingin menjadi baru.” Maka biarlah kita sungguh-sungguh menghidupi pertobatan itu—di rumah, di tempat kerja, di dunia digital, dan dalam seluruh relasi kita.
3. Gereja di Indonesia
harus menjadi tanda kasih dan pengharapan, bukan hanya di altar, tapi di tengah
masyarakat yang berdosa dan terluka.
Perjamuan Kudus
mengingatkan kita bahwa kita adalah tubuh Kristus di dunia ini. Gereja
bukan hanya tempat ibadah, tapi menjadi hadirnya kasih Kristus yang
menyentuh dunia nyata:
- Di tengah kemiskinan, Gereja hadir
membawa keadilan dan kepedulian.
- Di tengah konflik dan perpecahan, Gereja
hadir sebagai duta perdamaian dan kesatuan.
- Di tengah kerusakan alam, Gereja
dipanggil untuk menjadi suara yang menjaga ciptaan Tuhan.
- Di tengah keputusasaan generasi muda,
Gereja menjadi tempat pertumbuhan iman dan masa depan.
Gereja yang hanya sibuk di altar, tapi tidak peduli pada luka masyarakat, telah melupakan makna tubuh dan darah Kristus yang diberikan “untuk banyak orang.” Sebaliknya, Gereja yang menghidupi kasih Kristus dalam dunia akan menjadi terang dan garam—yang memberi rasa, menyembuhkan, dan menerangi jalan hidup banyak orang.
Penutup
Maka hari ini, sebelum kita menyentuh roti dan anggur, mari kita bertanya:
- Apakah
hidupku sudah mencerminkan kasih Kristus yang kusembah?
- Apakah aku
membawa harapan atau hanya diam di zona nyaman?
- Apakah
gerejaku, komunitasku, menjadi tanda kehadiran Kristus yang penuh kasih
dan pengampunan?
Yesus sudah memberikan
segalanya. Sekarang, Ia memanggil kita untuk mempersembahkan hidup kita
bagi-Nya—dalam pertobatan, pembaruan, dan misi kasih bagi dunia.
Amin.
Posting Komentar