PANDUAN PENGGUNAAN LITURGI DI BNKP
PANDUAN PENGGUNAAN LITURGI DI BNKP
I.
PENGANTAR
Liturgi (Agendre)
yang dipakai oleh BNKP merupakan warisan misionaris
yang disusun menurut liturgi yang
dikenal di Jerman pada abad 19.
Namun penting diketahui bahwa gereja-gereja di Jerman telah lama dan berulang-ulang membaharui Liturginya. Memang
BNKP pernah merevisi Liturgi, namun
hanya bersifat teknis,
dan belum disusun
menurut liturgi Gereja
Lutheran, padahal BNKP telah
menentukan identitas sebagai Gereja Lutheran dan anggota Lutheran World
Federation (LWF). Oleh karenanya pada Rapat Kerja Pendeta dan Persidangan Majelis Sinode BNKP terus menerus
menggumuli dan akhirnya
diputuskan untuk melakukan pembaharuan Liturgi dan menyusunnya baik dalam Bahasa
Nias (dan Pulau-Pulau Batu), maupun Bahasa Indonesia.
Melalui pembahasan yang panjang dan mendalam tentang pembaharuan Liturgi BNKP, maka disepakati ada 3 (tiga) model liturgi yang disusun dan dipakai di BNKP,
yakni: Liturgi menurut Gereja
Lutheran, demikian juga liturgi kontemporer yang disebut dengan “Liturgi Kreatif”; serta liturgi yang
mengadaptasi unsur-unsur kebudayaan Nias, yang disebut dengan “Liturgi Kontekstual”. Inilah hasil keputusan Persidangan Majelis Sinode BNKP sejak tahun 2007 di
Telukdalam, dan terakhir tahun 2015 di Padang.
Bertolak
dari keputusan Persidangan Majelis
Sinode seperti dikemukakan di atas, maka disusunlah Liturgi
(Agendre) BNKP dalam bingkai Lutheran, baik dalam Bahasa Nias maupun dalam Bahasa Indonesia. Liturgi (Agendre) inilah yang digunakan di BNKP mulai 1 Januari 2016. Agar warga jemaat maupun
pelayan dapat memahami liturgi
baru ini, maka dengan ini disusun
panduan menyangkut pemahaman arti dan makna
unsur-unsur liturgi, penatataan interior
gereja, dan penjelasan tentang kain dan warna liturgi,
termasuk jubah dan stola.
II.
PENJELASAN TENTANG
UNSUR LITURGI DAN TEKNIS
PELAKSANAAN
Untuk
memahami susunan dan unsur
liturgi menurut Gereja Lutheran,
maka perlu diketahui bahwa bagi Gereja Lutheran, ibadah dipahami
sebagai penyataan diri Allah
sendiri dalam Yesus
Kristus, dan tanggapan
manusia terhadap-Nya. Melalui Firman-Nya,
Allah menyingkapkan dan mengkomunikasikan keberadaan-Nya yang sesungguhnya
kepada manusia. Jadi ibadah Kristen
nampak dalam kata: “Penyataan dan
Tanggapan”.
Martin Luther
menggunakan istilah Gottesdienst untuk merumuskan ibadah,
yang berarti pelayanan Allah
kepada manusia, dan pelayanan/penyembahan manusia
kepada Allah.
Semua ini bertolak dari ajaran Luther
tentang Sola Gratia (hanya oleh anugerah) di dalam
Yesus Kristus, yang disambut dengan Sola
Fide (hanya oleh iman),
berdasarkan Sola Scriptura (hanya
oleh kita suci), demi kemuliaan
Allah.
Bertolak
dari pemahaman ibadah tersebut, maka dalam liturgi Lutheran terdapat perjumpaan dan dialog antara
“Tuhan” dengan “umat-Nya”. Tuhan yang memanggil dan menghimpun, Tuhan yang mengampuni, Tuhan
yang berfirman, Tuhan
berkarya melalui Sakramen Baptisan
dan Perjamuan Kudus,
Tuhan yang mengutus
dan memberkati. Pada pihak lain, umat menyambut
panggilan dan pelayanan Allah dengan:
- berhimpun
hanya di
dalam nama-Nya
-
mengaku dosa dan memohon pengampunan dari Allah
- bersyukur kepada Tuhan atas kasih karunia yang telah diterima, baik melalui nyanyian pujian maupun dengan persembahan
- menyambut karya Allah dengan membawa anak-anak kepada-Nya untuk dibaptis dan setelah dewasa ikut dalam Perjamuan
Kudus
-
menyambut Firman
Tuhan dengan
menyatakan Pengakuan
Iman
-
Menyatakan kesediaan
untuk menjadi pelayan-Nya,
-
mengaminkan pengutusan dan berkat Tuhan.
Dengan pemahaman ibadah sebagaimana telah
dikemukakan di atas,
maka ada 6 (enam)
point dalam Liturgi BNKP yang baru ini, yang mengalami perubahan:
Pertama,
Panggilan dan Salam. Pada bagian
ini telah dipindahkan dari Pengakuan Dosa ungkapan “Tuhan Allah beserta
saudara-saudara” — “Roh-Nya menyertai saudara”
— menjadi unsur salam, karena sesungguhnya ungkapan tersebut
merupakan “salam rasuli”.
Kedua, Votum mengalami perubahan, yakni ditambahnya unsur
introitus (Firman pembukaan
yang sesuai dengan Tahun Gerejawi) dan Doa pembukaan.
Ketiga, Persembahan. Pada liturgi (Agendre) yang lama ada 3 (tiga) kali pelaksanaan pengumpulan persembahan,
yakni sebelum khotbah; sesudah khotbah dan sebelum doa syafaat. Pada Liturgi baru
ini, hanya ada satu kali waktu
pengumpulan persembahan, walaupun jumlah
kantong persembahan yang diedarkan tetap sama, yakni
3 (tiga) kantong atau lebih. Di sini ada pengantar Firman Tuhan, ada nyanyian
yang menghantar persembahan, serta doa persembahan.
Keempat,
Pengakuan Iman Rasuli.
Dilaksanakan setelah khotbah,
sebagai sambutan umat atas Sabda Tuhan yang didengarnya.
Kelima, Doa Bapa Kami.
Seturut dengan dilaksanakannya Revisi Sura Niamoniö, maka yang dimuat
dalam Liturgi ini adalah hasil revisi yang telah dilakukan oleh Tim Lembaga
Alkitab Indonesia bersama gereja-gereja anggota PGI di Kepulauan Nias.
Keenam,
Pengutusan, yakni adanya
ungkapan pengutusan umat untuk beribadah
dalam kehidupan sehari-hari, dan kemudian berkat (howuhowu).
Agar para pelayan dan segenap warga jemaat memahami
arti dan makna
unsur-unsur liturgi tersebut,
maka dalam panduan ini diuraikan unsur-unsur liturgi dan teknis pelaksanaannya.
1.
PANGGILAN DAN SALAM
a.
Dimulai dengan “panggilan” umat untuk menghadap Allah Tri-tunggal. Hal ini ditandai dengan membunyikan Lonceng dan boleh
juga dengan kentongan (koko) atau bel. Namun, kalau peralatan tersebut
tidak dimiliki oleh jemaat, maka tidak menjadi hambatan untuk memulai
ibadah.
b.
Ketika lonceng, kentongan atau bel dibunyikan maka pelayan ibadah berjalan dari pintu utama memasuki gedung
gereja (di sini pengkhotbah memegang
Alkitab). Ini merupakan tanda bahwa ibadah
akan dimulai, dan oleh karena
itu “umat” berdiam diri dan bersaat teduh serta berdoa dalam hati masing-masing
sebagai kesiapan menghadap Tuhan.
c.
Pada hari-hari besar gerejawi atau upacara khusus di gereja, maka dapat
dilaksanakan “prosesi ibadah”. Pengertian prosesi ibadah ialah penyambutan
kehadiran Tuhan yang hadir di tengah umat-Nya,
ditandai dengan simbol-simbol ibadah dan para pelayan-Nya yang memasuki gedung gereja. Pelaksanaannya, sbb:
o Lonceng/kentongan/bel dibunyikan, dan seluruh jemaat bangkit berdiri. Jemaat bernyanyi yang dipandu oleh salah seorang
pelayan dan sementara itu para pelayan prosesi ibadah memasuki gedung
gereja atau tempat ibadah sebagai tanda kehadiran Tuhan.
o Dalam pelaksanaan prosesi ibadah, para
pelayan membawa simbol-simbol ibadah, dengan urutan1 pembawa salib, pembawa Alkitab, pembawa lilin (bila
![]()
1 Dalam prosesi
dapat berbaris satu, dan juga bisa berbaris
2. Bila berbaris dua, maka bagian depan adalah pembawa Salib dan Alkitab, kemudian
pembawa lilin, dan diikuti oleh para pelayan.
ada), lalu disusul oleh para pelayan
ibadah (pengkhotbah, liturgos, kolektan, dan
pelayan lainnya. Apabila ada pelayanan sakramen, upacara atau penahbisan, maka ikut juga dalam barisan prosesi
ibadah. Setelah prosesi
ibadah mengambil tempatnya
masing-masing barulah umat duduk kembali.
d.
Apabila dalam perayaan tersebut diikuti oleh para pejabat pemerintah dan
dilaksanakan sambutan terhadap mereka, maka hal tersebut dilaksanakan sebelum prosesi ibadah. Ketika semua
telah memasuki gedung
gereja (tempat ibadah),
maka barulah “prosesi ibadah” dilaksanakan.
e.
Penting dipahami bahwa yang memanggil umat, bukanlah manusia, melainkan Allah Tri-Tunggal.
Itulah sebabnya “Salam” disampaikan atas nama-Nya dan bukan atas nama “majelis jemaat”.
Rumusan panggilan
dan salam ini telah dimuat
dalam liturgi yang dilakukan
secara responsoria. Para pelayan perlu mensosialisasikannya kepada warga
jemaat sesuai dengan liturgi yang telah disusun.
2.
NYANYIAN
Setelah salam,
maka umat diundang
untuk datang dihadapan
Tuhan dengan sorak-sorai melalui nyanyian, memuji dan mensyukuri anugerah
Tuhan. Ini sesuai
dengan Mazmur 100:4 “Masuklah melalui
pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan
puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!”
3.
VOTUM/INTROITUS/DOA
a)
Ibadah bukanlah seperti pertemuan
biasa atau rapat akbar, dan juga bukan seperti upacara adat-istiadat, atau
pertemuan pemerintahan. Ibadah adalah persekutuan umat dengan Tuhan dan sesama, dimana
Allah berkarya dan umat menyambut-Nya. Allah melayani, umat bersyukur dan menyembah. Itulah
sebabnya umat datang
dan berhimpun hanya di dalam nama Allah Tri-Tunggal.
b)
Votum ini adalah suatu
penyataan dan peneguhan bahwa perhimpunan umat adalah
persekutuan anak-anak Tuhan, yang datang ke hadapan Tuhan untuk beribadah. Oleh
karenanya, baik pada ibadah minggu, maupun pada persekutuan doa atau penelaahan Alkitab, wajiblah meneguhkan persekutuan di dalam nama Allah Tri- Tunggal dengan menggunakan votum.
c)
Sikap umat ketika liturgos
mengungkapkan votum atau persekutuan di dalam nama Allah Tri-Tunggal adalah mengaminkan (Amin atau Yaduhu).
d)
Setelah votum, dilanjutkan dengan Firman
Tuhan yang disebut dengan
“introitus”. Firman Tuhan yang dibaca di sini merujuk
dan sesuai dengan
nama minggu menurut Tahun Gerejani. Tujuannya adalah supaya umat memahami nama minggu pada pelaksanaan ibadah tersebut, baik
nama minggu biasa maupun hari-hari raya Gerejani. Sambutan terhadap firman introitus ini adalah dengan
bernyanyi: HALELUYA, atau HOSIANA, atau MARANATA — sesuai dengan minggu
menurut Tahun Gerejani. Penting diketahui bahwa Firman Tuhan
dalam introitus ini terdiri dari beberapa ayat
yang disusun menurut Tahun Gerejani. Liturgos dapat memilih salah
satu dari introitus tersebut sebagaimana pada lampiran-I
Liturgi ini.
e)
Setelah nyanyian, maka dilanjutkan sambutan umat dengan
doa, yang juga disusun
menurut Tahun Gerejani (Lihat lampiran-II).
f)
Dalam pelaksanaan unsur “Votum/Introitus/Doa”, jemaat
diundang berdiri dan kembali duduk setelah doa.
g)
Pelaksana votum adalah Liturgos
(Satua Niha Keriso, Guru Jemaat, Pendeta atau pelayan lainnya yang telah
diordinasi/ditahbis atau diteguhkan untuk jabatan pelayan tersebut). Apabila yang melayani sebagai
Liturgos bukan unsur pelayan, tetapi dipimpin oleh non-pelayan (misalnya dari unsur komisi atau
warga) terutama pada Ibadah Kreatif (atau
yang dikenal dengan
ibadah semi KKR selama ini),
maka votum dilaksanakan oleh
pengkhotbah.
4.
PEMBACAAN FIRMAN ALLAH DARI PERJANJIAN LAMA
a)
Setelah kita berhimpun di hadapan
Allah, maka perlu bertanya: “Layakkah
kita berada di hadapan
Allah yang Mahakudus? Kita perlu memeriksa/menyelidiki diri dengan bercermin pada Firman Allah atau Taurat.
Itulah sebabnya
Perjanjian Lama (atau
bisa juga Dasa Titah) dibacakan.
b)
Sementara pembacaan Firman
Tuhan, maka sikap umat ialah mendengarkan Sabda dengan sungguh-sungguh sambil memeriksa diri di hadapan Tuhan: “Apakah saya sudah hidup menurut
Firman Allah?” Dalam Roma 3:10-11,
Paulus berkata: “seperti ada tertulis: "Tidak ada
yang benar, seorang pun tidak. Tidak
ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah.
c)
Sambutan umat atas Firman
Allah adalah dengan
nyanyian Kidung Jemaat
No 258:1, atau No.5:1 atau
No.144b atau No.406:1 atau nomor lainnya sebagaimana tertulis dalam liturgi
— sebagai penyataan bahwa kemuliaan hanya kepada Tuhan yang
Mahakudus, yang telah memanggil umat-Nya menerima keselamatan.
5.
DOA PENGAKUAN DOSA DAN BERITA PENGAMPUNAN
a)
Setelah kita bercermin pada Firman dan menyadari bahwa
sesungguhnya kita tidak layak di hadapan Allah, namun karena Allah itu Mahakasih,
Ia menyambut umat yang datang
dan mengaku dosa di hadapan-Nya. Oleh karenya, setelah
pembacaan Firman dilanjutkan dengan
“pengakuan dosa”2 seraya memohon belas-kasihan dan pengampunan dari Tuhan.
Selain yang telah dirumuskan dalam liturgi, umat dapat
juga mengaku dosa yang diungkapkan dalam hati masing-masing.
b)
Penting diperhatikan: bahwa pada minggu Advent,
Akhir Tahun, Palmarum
hingga kebangkitan Yesus, Pentakosta, peringatan hidup yang kekal dan Perjamuan Kudus
— ada doa dalam hati masing-masing (1-2 menit). Apabila
pada hari raya tersebut
dilaksanakan Perjamuan Kudus,
maka tidak perlu dilaksanakan doa masing-masing
(1-2 menit) pada unsur Doa Pengakuan Dosa, melainkan dilaksanakan pada liturgi
Perjamuan Kudus.
c)
Hendaknya umat mengikuti dalam
hati masing-masing doa pengakuan dosa tersebut,
dan menyanyikan dengan
sungguh nyanyian “Tuhan
Kasihani” (KJ. No 42 atau KJ.
No. 39:1 atau KJ.No. 29).
d)
Bertolak dari 1 Yohanes 1:9 yang berkata: “Jika kita
mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga
Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” — maka Pelayan Ibadah
(Liturgos) menyampaikan “berita pengampunan dosa”3. Tuhan
telah membenarkan dan mendamaikan kita melalui
Yesus Kristus, sehingga kita
beroleh pembenaran dan pendamaian.
Oleh karenanya, kita juga terpanggil mewujudkan damai dengan sesama.
e)
Umat
menyambut berita pengampunan dosa
tersebut dengan nyanyian Malaikat dalam Lukas 2:14:
“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang Mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Nyanyian ini diungkapan dengan responsoria. Liturgos
berkata: “Kemuliaan bagi Allah di tempat
yang Mahatinggi”, dan umat melanjutkan dengan mengatakan: “…dan damai sejahtera
di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.”
f)
Sikap umat pada Doa Pengakuan ini adalah berdiri. Dalam tradisi gereja lain
(terutama Katolik Roma dan aliran
lainnya) sikap umat adalah duduk atau berlutut. Tetapi BNKP tetap mempertahankan tradisi yang telah dimulai pada
masa misionaris, yang mengadopsi tradisi Nias dahulu,
di mana seseorang yang bersalah mengaku kesalahan di hadapan Salaŵa dan Ere serta para aparat
pemerintahan dengan sikap bediri.
Tradisi yang diwarisi misionaris inilah yang diikuti
di BNKP
![]()
2 Lihat lampiran-III rumusan doa pengakuan dosa.
3 Lihat lampiran-IV untuk perikop lain sesuai Tahun Gerejani.
hingga kini. Tetapi perlu dipahami bahwa yang paling penting adalah kerendahan hati
mengaku dosa di hadapan Tuhan dan memohon pengampunan dari Tuhan.
6.
PEMBACAAN FIRMAN TUHAN DARI PERJANJIAN BARU.4
a)
Setelah umat memperoleh pengampunan dosa, maka dipanggil untuk hidup sebagai anak-anak terang,
sebagai manusia baru. Umat dipanggil
untuk hidup seturut
dengan kehendak Tuhan. Oleh karenanya diperdengarkan Sabda Tuhan, berita sukacita
dan petunjuk hidup baru bagi umat
Tuhan dalam menjalani kehidupan di dunia
ini.
b)
Dalam Liturgi lama, Sabda Tuhan disambut dengan nyanyian “HALELUYA….”, tetapi pada Liturgi yang baru, berhubung HALELUYA telah dinyanyikan menyambut Votum,
maka sambutan umat untuk Firman Tuhan adalah dengan mengatakan: Amin.
7.
SAKRAMEN BAPTISAN
1) Karya penebusan dan penyelamatan Allah bagi dunia disambut dengan iman percaya kepada Yesus Kristus. Salah satu
bukti iman adalah membawa anak yang
telah dipercayakan Tuhan pada umat-Nya untuk menjadi anggota
keluarga Allah, karena anak-anak itu dikasihi oleh Tuhan,
dan bagi merekalah janji keselamatan Allah itu. Inilah yang dilaksanakan pada Sakramen Baptisan.
Penting diperhatikan bahwa dalam Liturgi
Sakramen Baptisan, ada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada orangtua, dan sebelum itu orangtua
bersama seluruh jemaat mengucapkan Pengakuan
Iman Rasuli. Oleh karenanya tidak
lagi diulangi sesudah
khotbah. Tetapi bila tidak
ada Sakramen Baptisan, maka Pengakuan Iman dilaksanakan sesudah khotbah sebagai
sambutan atas pemberitaan Firman Tuhan.
2) Pelaksanaan Liturgi
Sakramen Baptisan adalah
di belakang meja Altar, tetapi
ketika pelaksanaan baptisan, maka pendeta datang di depan meja Altar untuk melaksanakan
pembaptisan.
8.
PERSEMBAHAN ( + PESTA
MENANAM & PESTA PANEN)
8.1.
Persembahan
8.1.1.
Memberi persembahan secara Kristiani
adalah ungkapan syukur atas kasih karunia
yang
telah diterima dari Tuhan. Tidaklah sesuai iman Kristen bila motivasi memberi
“persembahan” dengan harapan menerima balasan (bukan seperti orang yang memancing ikan, mengharap
pamrih, mencari keuntungan, dll).
Tetapi sebagai syukur kita kepada
Tuhan atas berkat yang telah kita terima, baik berkat keselamatan maupun
berkat dalam kehidupan sehari-hari. Kita telah lebih
dahulu menerima, oleh karenanya
kita menyatakan syukur kepada Tuhan melalui persembahan.
8.1.2.
Dalam liturgi yang baru ini,
hanya ada satu kali waktu pengumpulan
atau penyampaian persembahan,
tetapi bisa beberapa
jenis dan kantong persembahan
(misalnya persembahan pertama
hingga ketiga, persembahan persepuluhan,
persembahan untuk pembangunan, persembahan diakonia, dsb).
Teknis pengumpulan atau penyampaian persembahan
1)
Para kolektan mengedarkan kantong
persembahan kepada warga jemaat, dengan cara bertahap.
Diedarkan perkantong persembahan dengan tujuan agar ada kesempatan kepada warga jemaat
untuk memberi persembahannya baik
yang pertama maupun kedua dan seterusnya.
2)
Cara lain adalah warga jemaat
diberi kesempatan untuk datang ke
depan menyampaikan persembahannya di tempat yang telah disediakan (menurut jenis atau
banyaknya persembahan).
![]()
4 Ada tiga cara umat menyambut pembacaan Firman Tuhan sebelum
khotbah yaitu: 1). Sakramen Baptisan;
2). Pengumpulan persembahan; 3). Koor dan Vokal Group.
3)
Dapat juga dengan cara gabungan,
khususnya bila ada persembahan persepuluhan atau pembangunan dan diakonia.
Caranya ialah kolektan mengedarkan kantong persembahan pertama hingga ketiga
secara bertahap; kemudian deretan bangku/tempat yang telah memberi persembahannya datang ke depan memberi persembahan persepuluhan atau
pembangunan atau diakonia (sesuai program jemaat).
8.1.3.
Tata cara pelaksanaan liturgi
pada pengumpulan atau penyampaian persembahan ini, sebagai berikut:
1)
Telah tersedia meja/tempat persembahan di depan, di tempat paduan
suara selama ini, yang ditempatkan berhadapan/simetris dengan meja altar.
2)
Acara dipimpin oleh Liturgos
dengan berkata: “Sekarang diberi kesempatan
kepada jemaat memberikan persembahan yang pertama, kedua
dan ketiga, kepada Tuhan dengan mengingat Firman Tuhan yang mengatakan :
·
Hendaklah masing-masing memberi
menurut kerelaan hatinya. Jangan dengan sedih hati atau dengan paksaan, karena Allah mengasihi orang yang memberi
dengan sukacita (II Kor.9:7).
atau
·
Siapa yang mempersembahkan syukur
sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan
Kuperlihatkan kepadanya. (Mazmur 50:23)
Sambil mengumpulkan persembahan
kepada Tuhan, mari kita bernyanyi dari KJ. No (sesuai
perikopen)
3)
Pada waktu pembacaan Firman Tuhan,
para kolektan datang ke depan mengambil tempat/kantong
persembahan dan selanjutnya diedarkan kepada
warga jemaat.
4)
Apabila telah selesai mengumpulkan persembahan, para kolektan
berada di belakang, dan Liturgos
berkata: “Marilah kita menghantarkan persembahan kepada Tuhan, jemaat
diundang berdiri dan kita bernyanyi dari Buku Zinunõ No. 261 “YAE ZUMANGE”. Teknisnya
sebagai berikut:
a.
Pada saat menyanyikan lagu “YAE ZUMANGE”,
maka para petugas
atau kolektan serentak melangkah dari belakang ke depan dengan mengikuti
irama lagu “YAE ZUMANGE” untuk membawa di tempat
yang telah disediakan. Dan ketika para kolektan hampir tiba di depan, pengkhotbah menuju belakang meja persembahan untuk
menerima persembahan jemaat dari para
kolektan.
b. Setelah kolektan
tiba di depan, salah seorang dari antara mereka berdoa mewakili umat menyampaikan persembahan kepada
Tuhan, kemudian menyerahkan kepada pengkhotbah dan pengkhotbah yang meletakkan di atas meja/tempat persembahan, dan seterusnya mempersilahkan jemaat duduk kembali.
5)
Apabila cara yang ditempuh
dengan warga jemaat
datang ke depan menyampaikan persembahan, maka
teknisnya sebagai berikut:
a.
Telah disediakan tempat persembahan menurut jenis atau jumlah persembahan
yang telah diprogramkan.
b. BPMJ telah
menentukan personil petugas
persembahan yang datang
ke depan dan berdoa setelah selesai penyampaikan persembahan.
c. Umat datang memberi persembahan ke depan pada saat mulai dinyanyikan: “YAE ZUMANGE”.
d. Setelah selesai menyampaikan persembahan, Liturgos mengundang jemaat bangkit berdiri dan petugas datang ke depan (menurut
jumlah dan jenis persembahan) mengambil/mengangkat (bila berupa kerangjang)
setinggi dada, lalu salah seorang diantara petugas atau kolektan berdoa.
e.
Setelah selesai berdoa, maka pengkhotbah menerima persembahan tersebut dan menaruhnya di tempat yang telah disediakan, barulah petugas kembali ke tempat dan Liturgos
mempersilahkan jemaat duduk kembali.
6) Penting
diperhatikan: Apabila ada persembahan persepuluhan,
maka setelah petugas berdoa, lalu pengkhotbah menerima tempat
persepuluhan tersebut dari petugas,
lalu pengkhotbah berkata: “Bawalah
seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan. Aku akan menghardik bagimu belalang
pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan
pohon anggur di padang tidak berbuah
bagimu, firman TUHAN semesta alam.”
Kemudian meletakkan persembahan tersebut di tempat
yang telah disediakan, selanjutnya
petugas kembali ke tempat dan liturgos mempersilahkan umat duduk kembali.
8.2. Pesta Menanam dan Pesta Panen
8.2.1. Pelaksanaan Pesta Menanam:
a) Sebelum minggu pelaksanaan “pesta menanam”, para
Satua Niha Keriso di lingkungan masing-masing
mengunjungi warga jemaat memberitahukan bahwa
pesta menanam akan dilaksanakan, dan sambil mengumpulkan benih/bibit,
baik untuk pertanian dan peternakan, maupun berupa uang bagi non-petani/peternak
— untuk di bawa ke
gereja.
b)
Pada ibadah minggu dilaksanakan acara, yakni sesudah persembahan dikumpulkan/disampaikan.
Teknisnya:
Pelaksanaannya sesudah
acara persembahan biasa, dan oleh karenanya pengkhotbah tetap mengambil tempat di belakang meja persembahan. Pengkhotbah melanjutkan pelaksanaan
“pesta menanam”, dengan berkata: “Marilah kita
berdoa khusus untuk benih/bibit yang hendak ditanam atau dikerjakan oleh warga
jemaat menurut pekerjaan masing-masing, dan untuk
itu mari kita bernyanyi dari Kidung Jemaat No... ”
Pada waktu
bernyanyi, maka petugas
(yang membawa benih/bibit/amplop, dari pintu belakang/utama datang ke depan
di meja persembahan.
Sesudah bernyanyi, para petugas menyerahkan bibit/benih/amplop kepada pengkhotbah, lalu menaruhnya di meja/tempat
yang telah disediakan
untuk itu.
Kemudian pengkhotbah membaca Firman
Tuhan dari Ulangan 28:12a: “TUHAN
akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk
memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu….” Amin. Selanjutnya pengkhotbah berdoa mengucap syukur kepada Tuhan
atas karunia-Nya menciptakan segala sesuatu, termasuk tempat bagi umat bekerja, seraya
memohon berkat-Nya untuk benih/bibit
dan segala usaha umat, sehingga
memberi hasil yang berlipat-
ganda.
Setelah berdoa, petugas kembali ke tempat.
8.2.2. Pelaksanaan Pesta Panen:
a) Sebelum minggu pelaksanaan “Pesta Panen”, para
Satua Niha Keriso di lingkungan masing-masing mengunjungi warga jemaat memberitahukan bahwa pesta
panen akan dilaksanakan, dan sambil mengumpulkan hasil panen yang ditujukan
ungkapan syukur kepada Tuhan, untuk di bawa ke gereja.
b)
Pada ibadah minggu dilaksanakan acara, yakni sesudah persembahan dikumpulkan/disampaikan.
Teknisnya:
Pelaksanaannya sesudah
acara persembahan biasa, dan oleh karenanya pengkhotbah tetap mengambil tempat di belakang meja persembahan. Pengkhotbah melanjutkan pelaksanaan
“pesta panen”, dengan berkata: “Marilah kita menyatakan syukur kepada Tuhan
atas berkat-Nya bagi umat-
Nya yang telah memberkati usaha dan pekerjaan
masing-masing. Untuk itu mari
kita naikkan pujian syukur dengan bernyanyi dari Kidung Jemaat No ”
Pada waktu
bernyanyi, maka petugas
(yang membawa hasil panen) dari pintu
belakang/utama datang ke depan di meja persembahan.
Sesudah bernyanyi, para
petugas menyerahkan “hasil panen”
kepada pengkhotbah, lalu menaruhnya di meja/tempat yang telah disediakan untuk itu.
Sebelum pengkhotbah
berdoa, diberi kesempatan kepada kelompok paduan suara untuk memuji Tuhan dan bersyukur
kepada-Nya atas berkat-Nya kepada umat-Nya. Syair paduan
suara/vocal group hendaknya
yang berkaitan dengan panen.
Setelah itu pengkhotbah berdoa dan
boleh juga membaca Ulangan 26:2 : ”Maka haruslah engkau membawa hasil pertama
dari bumi yang telah kau kumpulkan dari tanahmu, yang diberikan kepadamu oleh
TUHAN, Allahmu, dan haruslah engkau menaruhnya dalam bakul, kemudian pergi ke
tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana”. lalu
berdoa mengucap syukur atas penyertaan dan berkat Tuhan bagi umat-Nya.
Selanjutnya diakhiri dengan nyanyian
dari Kidung Jemaat
No...........
Setelah bernyanyi, petugas kembali ke tempat.
9.
KOOR/VOKAL GROUP
a)
Sebagai respon kita atas Kabar Baik dan keselamatan daripada-Nya, maka kita bersyukur dengan memuji memuliakan Tuhan, melalui Koor dan Vocal
Group.
b)
Ada baiknya syair dari paduan suara atau vocal group disesuaikan dengan nama minggu
atau nats khotbah pada minggu itu. Tetapi boleh
juga syair lain untuk memuliakan nama Tuhan.
c)
Tempat pelaksanaan Koor/Vokal Group,
sebaiknya di tempat
duduk masing-masing yang
telah dikhususkan untuk paduan suara, atau tempat lain dengan tidak
membelakangi “Altar”, karena
koor/vocal group adalah sambutan
umat atas karya penyelamatan Tuhan bagi umat-Nya. Koor/Vocal Group adalah
pujian untuk memuliakan Tuhan.
Penting dipahami bahwa bagi Gereja Lutheran, segenap pelayanan Tuhan bagi umat-Nya melalui para
hamba-Nya (seperti Panggilan
beribadah, Penyampaian Berita
Pengampunan Dosa, Pembacaan Firman, pelayanan Sakramen, Penahbisan, Pemberitaan Firman, Pengutusan dan Berkat) dilaksanakan di Altar, yang adalah simbol kehadiran Allah. Sebaliknya seluruh
sambutan umat (Doa, Pujian baik nyanyian bersama maupun paduan suara, Persembahan, Ikrar menyambut
Firman Tuhan dengan Pengakuan Iman Rasuli,
sambutan pengutusan dan berkat)
dilaksanakan ditempat umat berada.
d)
Liturgos atau Pengkhotbah sebaiknya
tidak ikut paduan suara/vocal group,
agar tidak meninggalkan mimbar/altar,
sebab pada waktu itu mereka alat/pelayan yang melaksanakan
pelayanan Tuhan bagi umat-Nya.
10. NYANYIAN
Nyanyian di sini adalah persiapan umat untuk mendengarkan Firman Allah. Nyanyian
menurut perikopen atau nyanyian dari Pelengkap Kidung Jemaat No 15:1:
“KUSIAPKAN HATIKU TUHAN….”.
11. KHOTBAH
a)
Sesuai ajaran Reformator, Martin
Luther bahwa yang paling penting
dalam setiap persekutuan umat adalah umat merasakan karya
penyelamatan dari Allah.
Hal ini terjadi apabila
Pemberitaan Firman dan Sakramen dilaksanakan dengan baik dan benar. Oleh karenanya, para pengkhotbah perlu mempersiapkan diri atas bimbingan Roh Kudus, sehingga
firman itu hidup dalam hati setiap
pendengar.
b)
Pada liturgi lama, pengkhotbah memulai sapaan
kepada jemaat dengan menggunakan 2 Kor 13:13. Berhubung perikop tersebut
adalah termasuk berkat dalam unsur liturgi, maka pada liturgi baru, sapaan pengkhotbah kepada jemaat adalah Filipi 4:7:
“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu
dalam Kristus Yesus.” Sesudah itu langsung pengkhotbah berkata:
“kita berdoa…” untuk memohon pertolongan Roh Kudus.
c)
Selesai membaca Firman Tuhan, teks khotbah sesuai perikopen, langsung dilanjutkan dengan pemberitaan (khotbah),
tidak lagi berdoa. Selesai pemberitaan diakhiri dengan
ayat hafalan, kemudian berdoa
dan umat menyambut dengan nyanyian:
“KAMI TELAH DENGAR FIRMAN-MU”, atau “DI HATI KAMI TUHAN….”
12. PENGAKUAN IMAN5
a)
Pada liturgi lama, pelaksanaan Pengakuan Iman adalah
sebelum paduan suara. Tetapi pada liturgi baru
dilaksanakan setelah pemberitaan Firman (khotbah).
b) Mengapa
Pengakuan Iman setelah khotbah? Karena setelah Firman Tuhan diberitakan, yakni Kabar Baik, berita keselamatan dari Allah di dalam Yesus Kristus, maka kita diundang menyambutnya dengan iman. Paulus dalam Roma 10:17 mengatakan bahwa: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran
oleh Firman Kristus.” Pengakuan Iman yang digunakan adalah Pengakuan Iman Rasuli.
c)
Yang memandu pelaksanaan Pengakuan Iman Rasuli adalah Liturgos.
d)
Pada waktu pengucapan Pengakuan Iman Rasuli, jemaat
diundang bangkit berdiri. Walaupun ada beberapa denominasi yang tidak menutup mata pada pengucapan
Pengakuan Iman Rasuli, namun BNKP tetap melaksanakan seperti posisi
berdoa, walaupun ini bukan
doa. Tujuannya adalah agar pengakuan
iman tersebut diungkapkan dengan sungguh-sungguh dari hati yang terdalam.
13.
PELAYANAN PENAHBISAN/PELANTIKAN DAN UPACARA6.
Pada
bagian ini dilaksanakan pelayanan,
seperti Ordinasi Pendeta, Peneguhan Sidi, Peneguhan pelayan,
dan pelantikan-pelantikan (Majelis
Jemaat, Majelis Resort,
BPMJ, BPPJ, BPMR, BPHMS, BPMS, komisi-komisi, panitia-panitia, serta
pelaksanaan liturgi siasat gereja.7
14. WARTA JEMAAT
a) Mengapa
warta jemaat termasuk unsur liturgi? Mengapa
pelaksanaannya bukan selesai ibadah? Kita di BNKP memahami bahwa hal-hal yang diwartakan,
seperti:
![]()
5 Sikap
umat setelah mendengarkan Firman Tuhan melalui Khotbah yaitu: 1). umat
menyambut dengan nyanyian “KAMI
TLAH DENGAR FIRMAN-MU” (Not : No ma fondrondrongo li-U) atau KJ
No. 54:4 “DI HATI KAMI TUHAN”; 2).
Pengakuan Iman Rasuli; 3). Perjamuan Kudus/Upacara Gerejawi (bila ada). Inilah
alasan Pengakuan Iman Rasuli dilaksanakan setelah khotbah, sesuai dengan Roma
10:17.
6 Pelaksanaan Ordinasi, Peneguhan
Sidi, Pelantikan-pelantikan.
7 Maksud Siasat Gereja di sini adalah “fangefaõ Niha Keriso”, antara lain karena Poligami, dan alasan lainnya sesuai peraturan BNKP No 15/BPMS-BNKP/2013.
tentang
persembahan, tentang pelayanan, tentang warga yang lahir, menikah dan meninggal, dan informasi lainnya adalah bagian dari pelayanan kepada jemaat, dan mengandung
unsur pujian, penyembahan dan doa kepada Allah. Artinya isi dari warta adalah untuk didoakan dan
dilaksanakan demi kemuliaan Tuhan.
b) Dalam menyusun warta, perlu mempertimbangkan bahasa yang tidak berteletele, jelas, singkat, sopan dan
transparan. Diupayakan agar warta jemaat jangan membuat warga menjadi bosan.
c)
Pada saat warta inilah juga pembacaan informasi yang menjalani “penggembalaan” atau yang
telah selesai digembalakan sesuai dengan peraturan BNKP.
15.
NYANYIAN.
a) Nyanyian jemaat
pada bagian ini adalah yang menghantar jemaat
pada Doa Syafaat, Pengutusan dan Berkat.
b) Apabila dilaksanakan Perjamuan Kudus, maka nyanyian ditiadakan di bagian ini, melainkan langsung pada Liturgi Sakramen Perjamuan Kudus hingga akhir ibadah.
16.
DOA SYAFAAT, DOA BAPA KAMI, PENGUTUSAN DAN BERKAT.
a.
Doa Syafaat.
Pelaksanaan
Doa Syafaat dalam ibadah berdasar
pada 1 Timotius 2:1-2, yang berbunyi: “Pertama-tama
aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua
orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup
tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan.” Jadi doa
syafaat merupakan buah iman dan menyatakan persekutuan dan saling mendukung satu dengan lainnya. Doa syafaat ini dilaksanakan
baik dalam ibadah minggu, maupun oleh
orang-orang percaya dimanapun berada.
b. Doa Bapa Kami.
Dengan kesadaran
bahwa kita tidak sempurna berdoa,
oleh karenanya Yesus telah
mengajar para pengikut-Nya tentang bagaimana berdoa. Itulah sebabnya setelah
doa syafaat dilanjutkan dengan Doa Bapa Kami.
c. Pengutusan.
Seusai
Doa Bapa Kami, dilanjutkan dengan ungkapan pengutusan. Apa maksudnya? Pengutusan didasarkan pada pemahaman
bahwa ibadah tidak hanya
ibadah minggu, tetapi juga ibadah sepanjang minggu dalam kehidupan sehari-hari,
kapan dan dimanapun
berada. Itulah sebabnya sebelum menyampaikan berkat,
pengkhotbah menyampaikan pengutusan. Rumusan pengutusan ini ada dalam liturgi, tetapi bisa juga dirumuskan dari inti khotbah
oleh pengkhotbah.
d. Berkat.
Untuk kembali
ke kehidupan sehari-hari sebagai umat Tuhan, kita tidak perlu takut karena Yesus yang senantiasa
beserta kita setiap saat, seperti janji-Nya
dalam Matius 28:20 : “Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Oleh karenanya,
Tuhan melalui hamba-Nya memberi kita
berkat, yaitu “Berkat Imam Harun”
dalam Bilangan 6:24-26
atau berkat dalam 2 Korintus
13:13. Ada dua cara pelaksanaan
berkat:
v Berkat yang disampaikan.
Ini hanya dilaksanakan oleh pelayan
yang melaksanakan sakramen (pendeta). Sehingga ia berkata: “Tuhan memberkati
engkau……” atau “Anugerah Tuhan Yesus Kristus,
Kasih setia Allah Bapa, dan persekutuan dengan Roh Kudus, kiranya
beserta saudara-saudara sekalian.” Amin.
v Berkat yang didoakan. Ini digunakan oleh pengkhotbah yang bukan pelaksana sakramen (non-pendeta).
Sehingga rumusannya: “Tuhan memberkati kita….” Atau “Anugerah Tuhan Yesus Kristus, Kasih
setia Allah Bapa,
dan persekutuan dengan Roh
Kudus, kiranya beserta kita sekalian.” Amin.
v Sikap
warga jemaat pada waktu berkat disampaikan/didoakan adalah seperti
berdoa, melipat tangan, tetapi membuka hati dengan sungguh-sungguh menyambut
berkat Allah. Kita tidak bersikap
seperti aliran lain yang
menengadah menyambut berkat. Karena yang paling penting adalah membuka
hati untuk berkat Allah.
[Penting dimengerti dan dihayati bahwa bukan
pendeta atau pengkhotbah sumber berkat,
melainkan bersumber dari Allah. Pendeta atau pengkhotbah
hanya yang menyampaikan dan mendoakan.]
v Umat menyambut pengutusan dan berkat ini dengan nyanyian sebagaimana telah disusun
dalam liturgi.
e. Penting diingat. Tuhan
yang memberkati umat-Nya, sedangkan pendeta atau pengkhotbah hanya
sebagai alat. Itu sebabnya tempat
penyampaian berkat adalah
di depan meja altar.
17.
Penutup.
Seusai berkat,
disambut dengan nyanyian
sesuai perikopen, lalu menyampaikan salam “Syalom”, kemudian umat duduk untuk
bersaat teduh sejenak. Sementara itu para pelayan ibadah menuju pintu
keluar/pintu utama untuk bersalaman dengan warga jemaat. Tujuannya adalah untuk
mempererat persekutuan, tetapi
juga untuk mengenal siapa yang berhalangan datang pada ibadah minggu, sehingga pelayan dapat
melaksanakan kunjungan dan pelayanan pastoral di tempat warga jemaat masing- masing.
III. PENATAAN INTERIOR GEREJA
Penataan
interior gedung gereja berbeda dengan penataan ruangan atau gedung biasa
(gedung pertemuan), atau bioskop, atau kantor, atau tempat
pesta. Penting disadari
bahwa gedung gereja adalah
“Rumah Tuhan”, “Rumah
Doa”, tempat umat berhimpun, bersekutu, yang adalah anggota tubuh Kristus. Yesus adalah kepala gereja-Nya. Oleh karena gedung gereja adalah “Rumah Tuhan” tempat ibadah, maka perlu ditata
sesuai prinsip teologi Gereja
Lutheran.
1) Gedung
Gereja, adalah tempat persekutuan umat di
dalam Yesus Kristus, satu tubuh, yang berhimpun di masing-masing jemaat-jemaat, dan yang datang dihadapan Tuhan untuk beribadah. Untuk
itu, dalam menata
interior gereja, penting
diperhatikan hal-hal berikut:
a.
Tataan tempat dalam gereja hendaknya dilakukan dengan prinsip
untuk meningkatkan dan mengokohkan persekutuan sebagai tubuh Kristus. Tempat
duduk umat hendaknya tidak memunculkan pembedaan karena jabatan,
ketenaran, kekayaan, atau pembedaan
karena kampung, suku atau bahasa.
Dihindari penataan tempat duduk
yang diskriminatif karena
seluruh umat sama di hadapan
Tuhan. Jadi tidak tepat kalau
ada tempat duduk yang dikhususkan (dadaoma
nifohu) dalam gereja.
b.
Tempat ditata dengan prinsip
bahwa umat datang di hadapan
Tuhan yang Kudus. Berhimpun dan bersekutu
menghadap untuk memuji memuliakan Tuhan, dan mendengarkan sabda-Nya.
2) Gedung
gereja adalah “Bait Allah”, tempat kediaman-Nya (Mazmur 84), dan oleh karenanya
penting menata simbol kehadiran Tuhan
dalam gereja. Itulah sebabnya ditempatkan “Meja Altar” yang diatasnya
ada simbol kehadiran Tuhan,
yakni salib dan Alkitab (atau dengan lilin
menyimbolkan terang).
Sehingga tampak simbol
kehadiran
Tuhan.
Penting diingat bahwa dalam Perjanjian Lama ada meja altar yang disebut mezbah sebagai tempat
korban bakaran, korban penghapus dosa. Tetapi di dalam Yesus Kristus, kita tidak lagi mempersembahkan korban bakaran, karena
Yesus telah menggantikan semua,
menjadi korban di atas kayu salib, sekali untuk selamanya. Salib adalah
simbol Kristus yang telah mati disalibkan untuk
menebus dan mendamaikan manusia dengan
Allah. Selain salib
dan Alkitab juga ditempatkan di atas meja altar, dan juga peralatan perjamuan kudus, dan
lilin.
Dengan pemahaman
tersebut di atas,
maka tempat duduk para pelayan
tidak lagi di belakang meja Altar, sebaiknya di bawah (kiri
atau kanan), sebab
pengkhotbah dan liturgos hanya
abdi sabda, hamba yang dipanggil dan dipercayakan Allah menjadi
pelayan-Nya.
3) Dalam gereja,
umat berhimpun untuk mendengarkan sabda Allah. Itulah sebabnya
diadakan mimbar, tempat
pemberitaan Firman. Bagi Gereja Lutheran, pusat ibadah adalah Firman,
oleh karenanya dalam perhimpunan atau persekutuan umat Tuhan,
Firman harus diberitakan. Penting diketahui:
a.
Pola dasar (design)
dari pembuatan mimbar adalah “cawan”
atau “Alkitab”.
b.
Mimbar ditempatkan di Altar,
di tempat yang dapat dilihat
oleh seluruh umat yang
beribadah. Posisinya ialah
meja altar ditempatkan di tengah, dan mimbar pemberitaan Firman ditempatkan di sebelah kanan jemaat,
sedangkan mimbar kecil (tempat pelayanan liturgos) di
sebelah kiri jemaat.
4) Dalam persekutuan ibadah, dilayankan sakramen baptisan, maka disediakanlah tempat air baptisan
yang dapat ditempatkan di samping
meja altar.
5) Dalam ibadah kepada Tuhan, umat menyatakan
syukur dan persembahan, maka disediakan tempat/meja
persembahan. Ditempatkan di depan bagian tengah (tempat paduan suara selama ini).
6) Dalam ibadah
ada nyanyian untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Maka perlu disediakan tempat peralatan musik dan prokantor. Bisa sebelah kanan atau kiri depan
dan sebaiknya tidak jauh dari tempat liturgos.
IV. WARNA KAIN MEJA ALTAR, TOGA DAN STOLA
Pelaksanaan
Ibadah di BNKP ditata dengan
mengikuti “Tahun Gerejani”. Lambang- lambang
yang menjelaskan tahun gereja dalam ibadah adalah
kain liturgi untuk
meja Altar, Mimbar dan Stola. Penjelasan warna, pengertian dan waktu penggunaannya adalah sebagai berikut:
(1) Warna Kain Altar8
Warna kain untuk meja altar dan mimbar merupakan lambang untuk menjelaskan nama
minggu menurut
tahun gereja. Penjelasan warna, arti dan waktu
penggunaannya dapat dibaca
pada table berikut:
|
Warna |
Pengertian |
Waktu Penggunaan |
|
Putih |
Adalah lambang
dari warna terang,
cahaya lilin, warna bagi peran malaikat Allah, para kudus dan warna bagi
Kristus yang dimuliakan. Warna yang melambangkan kekudusan dan kebersihan. |
Digunakan dalam
masa raya yang
berkenaan dengan Kristus, yakni: -
Natal s/d Epifani (6 Januari) -
Kamis Putih -
Paskah -
Kenaikan Tuhan
Yesus s/d minggu |
![]()
8 Warna kain meja altar, mimbar (antependium) dan stola
pelayan disesuaikakan dengan nama minggu
menurut Tahun Gerejani.
|
|
|
sebelum Pentakosta - Baptisan
dan Perjamuan Kudus (apabila
pelaksanaan sakramen baptisan dan perjamuan kudus dalam ibadah minggu yang waktunya tidak
menggunakan warna putih, maka tidak perlu diganti. Diikuti warna kain menurut
tahun gereja. Tetapi apabila dilaksanakan di luar ibadah minggu, maka
sebaiknya digunakan warna putih). |
|
Ungu (violet) |
Adalah warna
tergelap dalam warna
gerejawi yang menunjukan penyesalan dan pertobatan yang sunggu- sungguh. |
Digunakan pada masa 40 hari sebelum
Paskah (Minggu
sengsara) dan masa-masa menjelang Natal (Minggu Advent). |
|
Merah |
Adalah warna
api. Lambang Roh Kudus
yang penuh kekuatan. Merah
adalah juga warna darah sebagai tanda kesetiaan hingga akhir hayat, dan tanda
keteguhan dalam iman (bnd ungkapan: “berapi-api”) |
Digunakan pada: -
Perayaan Pentakosta. -
Penahbisan Gedung Gereja -
Peneguhan Sidi -
Ordinasi/ Penahbisan Pelayan -
Ibadah Misi dan Reformasi -
Pengutusan Penginjil -
Hari-hari raya Ekumenis. |
|
Hijau |
Hijau melambangkan kehidupan dan pengharapan.
Juga berarti melambangkan penyembuhan, ketenangan, pertumbuhan iman serta pembaharuan. |
Digunakan pada: -
Minggu Trinitatis hingga
peringatan hidup yang kekal -
Minggu sesudah epifania
hingga minggu sebelum masa sengsara. |
|
Hitam |
Lambang keputusasaan dan duka |
(2) Toga (Jubah) dan Stola
Dalam sejarah BNKP, sejak penahbisan
atau pelantikan para pelayan
hingga tahun
2000
hanya pendeta yang memakai “jubah atau toga”, yakni berwarna hitam (mengikuti toga pendeta
di Eropa). Tetapi sejak tahun 2000, BPHMS mengeluarkan
keputusan tentang Toga dan Stola, sebagaimana pada table berikut:
|
No |
Pelayan) |
Toga (jubah) |
Warna Stola |
|
1 |
Pendeta |
||
|
|
·
BPHMS |
Hitam |
Merah |
|
|
·
Praeses |
Hitam |
Putih |
|
|
·
Pendeta Jemaat + pendeta di unit |
Hitam |
Biru |
|
|
pelayanan |
|
|
|
2 |
Guru Jemaat |
Jubah
warna putih dengan warna biru di bagian
kancing selebar 3 cm
dari leher hingga ke ujung kain. |
Ungu |
|
3 |
Satua Niha Keriso |
Jubah
warna putih dengan warna ungu di bagian
kancing selebar 3 cm
dari leher hingga ke ujung kain. |
Tanpa stola |
Seiring dengan liturgi
baru, maka dalam
sidang BPMS diputuskan tentang Toga (jubah)
dan Stola yaitu sebagaimana tabel berikut
ini:
|
No |
Pelayan |
Toga |
Stola |
|
1 |
Pendeta |
(1) Hitam |
Stola
yang digunakan adalah
stola liturgi, dan dipakai oleh pelayan ibadah (minimal pengkhotbah dan
Liturgos) |
|
(2) Putih
keemasan |
|||
|
|
|
Jubah warna
putih dengan |
|
|
|
|
warna biru
di bagian kancing |
|
|
2 |
Guru Jemaat |
selebar 4 cm dari
leher hingga ke ujung kain. |
|
|
|
|
Jubah warna
putih dengan |
|
|
3 |
Satua Niha
Keriso |
warna ungu di bagian kancing selebar 4 cm dari leher hingga |
|
|
|
|
ke ujung
kain. |
Perlu dijelaskan bahwa
pemakaian Jubah berwarna
putih keemasan adalah
pada Paskah, Kenaikan Tuhan
Yesus, Misi — Reformasi, Natal, Tahun
Baru dan pada pelaksanaan Sakramen Baptisan, Sakramen Perjamuan Kudus dan
Peneguhan Sidi.
Selain itu, untuk tujuan pelayanan, kesederhanaan dan
integritas, maka pakaian ada pakaian pelayanan pendeta
yang menggunakan “clerical collar” dengan warna hitam dan abu-abu.
Segenap pelayanan yang dilaksanakan di luar
kebaktian minggu atau di luar acara sakramen atau upacara gerejawi, sebaiknya
mengenakan pakaian pelayanan.
Tentang pemakaian stola:
|
STOLA |
Waktu Penggunaan |
|
Putih |
Digunakan dalam
masa raya yang
berkenaan dengan Kristus, yakni: -
Natal — Epifani (6 Januari) -
Kamis Putih -
Paskah -
Kenaikan Tuhan Yesus
— minggu sebelum
pentakosta -
Baptisan dan Perjamuan Kudus (apabila
pelaksanaan sakramen baptisan dan perjamuan kudus dalam ibadah
minggu yang waktunya tidak menggunakan warna putih, maka tidak perlu diganti stolanya. Diikuti warna kain menurut tahun
gereja. Tetapi apabila dilaksanakan di luar
ibadah minggu, maka sebaiknya digunakan warna putih). |
|
Ungu |
Digunakan pada masa 40 hari sebelum Paskah (Minggu sengsara) dan masa-masa menjelang Natal (Minggu Adventus). |
|
Merah |
Digunakan pada: -
Perayaan Pentakosta. -
Penahbisan Gedung Gereja -
Peneguhan Sidi -
Ordinasi/ penahbisan pelayan -
Ibadah misi dan
reformasi -
Pengutusan pengijil -
Hari-hari raya ekumenis. |
|
Hijau |
Digunakan pada: -
Minggu Trinitatis hingga
peringatan hidup yang kekal -
Minggu sesudah epifania hingga minggu sebelum
masa sengsara. |
|
Hitam |
Digunakan pada ibadah Jumat Agung atau ibadah
yang berkaitan dengan |
Saiapa yang memakai
stola? Semua pelayan
ibadah, seperti pengkhotbah, Liturgos, kolektan dan penerima
tamu. Apabila jemaat
tersebut tidak dapat
melengkapi stola dalam jumlah
banyak, maka cukup pengkhotbah dan liturgos.
Catatan: Contoh dari Kain untuk meja altar dan mimbar
serta stola akan dikeluarkan
dari kantor sinode sebagai pedoman.
V.
PENUTUP
Demikianlah penjelasan tentang dasar penyusunan liturgyi baru, serta penjelasan unsur-
unsur liturgi dan teknis pelaksanaanya, termasuk tata interior
dan penggunaan kain liturgi,
Toga/Jubah dan Stola. Diharapkan dapat menjadi
pedoman dalam pelaksanaan
liturgi BNKP. Dengan semangat Visi “Teguh
dalam persekutuan”, marilah kita
gunakan liturgi baru ini untuk
mengokohkan umat dalam iman, serta demi kemuliaan Tuhan.
Gunungsitoli, 31 Oktober
2015
Posting Komentar