KEBERSAMAAN YANG MENDATANGKAN BERKAT (Mazmur 133:1)
TEMA:
KEBERSAMAAN
YANG MENDATANGKAN BERKAT
Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya,
apabila saudara-saudara diam bersama
dengan rukun!
(Mazmur 133:1)
SUB
TEMA:
Melalui Syukuran Akhir dan Awal Tahun Ini, Kita Tingkatkan Kasih Persatuan dan Persaudaraan Di Lingkungan Keluarga Besar Sektor IV BNKP Jemaat Depok
KBBI: kata
“Kebersamaan” itu berarti:
Kondisi di
mana individu-individu berada bersama-sama, dan tercipta kondisi, sebagai
berikut:
1)
Harmoni: Kehidupan yang berjalan selaras, tanpa konflik atau gangguan,
di mana semua elemen bekerja bersama secara seimbang.
2)
Keamanan: Rasa terlindungi dari ancaman atau bahaya, baik secara fisik
maupun emosional.
3)
Keguyuban: Suasana akrab dan rukun dalam sebuah komunitas
atau kelompok.
4)
Kehangatan: Rasa nyaman dan akrab yang muncul dari hubungan
yang penuh kasih sayang dan perhatian.
5)
Kenyamanan: Rasa tenang dan tidak ada beban, baik secara fisik
maupun emosional.
6)
Kerukunan: Kehidupan yang damai dan penuh pengertian
antarindividu dalam suatu kelompok.
7)
Kesejahteraan: di mana kebutuhan fisik, emosional, dan sosial
terpenuhi dengan baik.
8)
Ketenangan: Keadaan tanpa gangguan atau kekhawatiran,
memberikan rasa damai.
9)
Ketenteraman: Kondisi damai dan bebas dari kekacauan atau
konflik.
Pertanyaan
yang muncul adalah. Dimana tempat dibelahan bumi ini terdapat semua kondisi
seperti diatas?
-
Di
mana hubungan persahabatan baik perorangan tidak ada keretakan?
-
Di
mana Kehidupan keluarga tidak ada ada konflik?
-
Di
mana dalam kehidupan masyarakat tidak ada kekeacauan
-
Di
mana sebuah negara yang tidak ada peperangan?
-
Di
mana sebuah oraganisasi yang tidak ada perpecahan?
-
Di
mana kehidupan bergereja yang tidak mengalami keretakan?
Kalau lagunya
sich, kita tau:
- PERSAUDARAAN YANG RUKUN
1. Sungguh alangkah baik,
alangkah baik
dan alangkah indah,
alangkah baik, alangkah baik.
Sungguh alangkah baik,
alangkah baik
dan alangkah indah, bila
saudara diam bersama
bila saudara hidup rukun,
diam bersama dengan rukun
diam bersama dengan rukun
Alangkah indah hidup rukun
Seperti minyak di atas
kepala
tebarkan harum basahi
leher jubah
bagai embun sejuk di puncak
gunung
alirkan subur atas tanah
di lembah
Alangkah baik ya sungguh
baik
Alangkah baik oh sungguh
baik
2. Sungguh alangkau baik,
alangkah baik
dan alangkah indah,
alangkah baik, alangkah baik.
Sungguh alangkah baik,
alangkah baik
dan alangkah indah, bila
saudara diam bersama
bila saudara hidup rukun,
diam bersama dengan rukun
diam bersama dengan rukun
Alangkah indah hidup rukun
Karena ke sana Tuhan
memerintahkan
Karena ke sana Tuhan
memerintahkan
Berkat kehidupan
selama-lamanya
Berkat kehidupan
selama-lamanya
Alangkah baik oh sungguh
baik.
- Tujuh Puluh Tujuh Kali
Tuhan sampai berapa kali
Ku harus mengampuni
saudaraku
Apabila dia menyakiti
Atau berbuat dosa kepadaku
Apakah sampai tujuh kali
Seperti yang dipertanyakan
Petrus
Dan kemudian Yesus berkata
kepadanya
Bukan bukan, bukan sampai
tujuh kali
Melainkan sampai tujuh
puluh kali, tujuh kali
Pengampunan adalah tak
henti-henti
Seperti Bapa di Surga
mengampuni dosa kita
Apakah kita (Agar kita
pun) mengasihi sesama
Dan s'lalu mengampuninya
Andaikan kita tidak
melakukannya
Yesus menghukum kita (3x)
Cam kan lah
Kalau
nyanyinya sich kita tau, tapi adakah kita merasakan susana kebersamaan itu?
Kalau ada itu syukur. Kalau tidak itu artinya ada masalah. Masalahnya apa?
EGOIS (kecenderungan mementingkan diri sendiri). Tau nggak kita ini egois?
- Kalau kita berfoto,
siapa yang paling utama kita lihat?
- Suka membenarkan diri
ada orang yang mengatakan, “saya ini manusia, kesabaran ada batasnya!”
- Satu kali kau sakiti
hati ini masih kumaafkan. Dua kali kau sakiti hati ini juga kumaafkan.
Tapi jangan kau coba tiga kali…” Kata “masih kumaafkan” untuk dua kali
pertama makin menegaskan bahwa kesalahan ketiga kali tidak ada maaf lagi.
- Susah meminta maaf
- Susah memaafkan
- T.S.
Eliot pernah mengatakan bahwa Kebanyakan persoalan di dunia ini
disebabkan oleh keinginan manusia menjadi 'orang penting'.
- Kita menganggap diri
kita begitu penting dan kita merasa bahwa orang lain harus menghargai kita
dan selalu meminta pendapat atau nasihat kita.
- Kita merasa bahwa
yang lain harus berperilaku dan berbuat sebagaimana kita inginkan.
- Kita mengharapkan
orang lain bersikap baik, berhati-hati kepada kita, memperhitungkan jasa
atau prestasi kita dan memuji kita.
Dampak
keegoisan Karena (egoisme/faya’osa) yang semakin merajalela,
- Karena “keegoisan” – muncul pertentangan/konflik/ perang
dalam keluarga, antara suami – istri, orangtua- anak, di antara anak.
<Apa sebenarnya di balik kata-kata: “siapa dulu donk bapaknya... siapa
dulu donk ibunya...>.
- Karena egois terjadi Perang
- Karena “keegoisan” – muncul gengsi – gengsi gedegedean
(ganuno). Pada hal so ba gamaedoma – sökhido towi 2 x, sangalai bakha
mbösi.
- Karena “keegoisan” – muncul keangkuhan (fa’asilöyawa, ba
li ia da’e mangosipade, lö ahe ba danö, no iböka galogo, lö ba hörönia
niha). Padahal so wofo yawa mba’e. So göfa sihombo yawa wofo. So Wondrehe
Zalawa – yawa göfasihombo.
- Karena “keegoisan” – muncul Iri Hati (fa’afökhö dödö).
Idöni tou nawonia. I’obou’obousi nawonia. Osili wamaigi olowingö nawö, ba
hiza sa mongamohi geu ba kha ba hörönia, ba lö i’ila.
- Karena “keegoisan” – muncul kerakusan (fa’olualua),
fangisö (fa’anani) ba fangisu (menipu). Ifalala-lala ba ifalalilali sa’ae
cara-cara. Andrö dania so wehede: Cara-caramö ... lö baga....
- Karena “keegoisan” – muncul sikap Fakhögusa (segala
sesuatu adalah miliku). Hulö ngenu
nono sitatalu me la’ötö molö manaho iraono Zalawa: Akha mate ami si darua,
alasa wöi auri ndra’o Ya’o mötö zangokhögö harato, ya’o mötö wangali mbörö
sisi
- Dan rupanya, sikap keegoisanpun kadang-kadang
terbawa-bawa dalam gereja. Saya
ingin ceriterakan kepada bapak ibu, ketika perayaan natal oleh Ono Niha
Kristen pertama di Nias pada tahun 1876 di Gunungsitoli. Kisahnya begini:
Jauh sebelum tanggal 25 Desember, misionaris Kramer mengumumkan kepada
orang Kristen pertama itu bahwa tanggal 25 desember kita akan merayakan
Owasa besar, yaitu NATAL. Ada tokoh
adat bertanya: Haniha zangowasa ba tuha. <yang melakukan pesta kita
semua>. Hadia zalua ya hö ba tuha? <Owasa sebua da’e, ya’ia da’ö
Lowalangi tobali Ono Niha>. Lalu tokoh adat ini terkejut dan bepikir
sejenak. Lalu ia bertanya: Lowalangi tobali Ono Niha, mado hadia ya ö ba
tuha? <Ah.... bukan Ono Niha - orang Nias, tetapi menjadi manusia.
Bukan hanya untuk satu mado, tetapi untuk semua umat manusia, untuk
seluruh dunia> Jangan-jangan perayaan natal sekarangpun – mengikuti
itu. Madoma, ngafuma, organisasima, banuama…
Lalu, bagaimana cara
menciptakan KEBERSAMAAN YANG MENDATANGKAN BERKAT?
-
Kita
harus mendisplinkan diri dan mendidik diri kita sendiri dalam kebaikan terhadap
orang lain.
-
Rasa
persaudaraan dan persahabatan yang sehat tidak berkembang secara alami. Ia
harus dipupuk dengan sungguh-sungguh dan dirawat dengan hati-hati sama seperti
memelihara tanaman.
-
Hidup
rukun dengan orang lain, sebenarnya harus dimulai dengan ‘rukun terhadap diri
sendiri’. Artinya, menerima diri sendiri sebagaimana Tuhan kehendaki; tidak
benci diri dan tidak pula melebihkan diri.
-
Pemazmur dengan indah
mengatakan begini: “Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku;
seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih
jiwaku dalam diriku“(Mzm 131:2).
-
Hanya
ketika kita tenang dan damai dalam perlindungan Tuhan, kita dapat memberi
ketenangan dan kedamaian kepada orang lain, sebagai bagian tidak terpisahkan
dari kerukunan.
-
Ketika
hati kita dipenuhi oleh kebencian dan kepahitan, itu juga akan menular kepada
sesama kita dan sekaligus menghancurkan kerukunan.
-
Rasul
Paulus menegaskan, bahwa kita perlu mengampuni “supaya Iblis jangan beroleh
keuntungan atas kita” (2 Korintus 2:11).
-
Firman
Tuhan menasihatkan agar kita tidak dikalahkan oleh kejahatan tetapi mengalahkan
kejahatan dengan kebaikan (Roma 12:21).
-
kita
perlu merelakan hati kita didiami oleh Roh Tuhan, agar Ia bertahta di sana. Roh
itu jugalah yang menuntun kita untuk bersikap, berkata, bertindak, menggantikan
apa yang mungkin sudah kita format (terformat tanpa sadar) dan secara otomatis
keluar dari dalam diri kita tanpa pertimbangan apakah itu membuahkan kebaikan
atau justru menghancurkan. Sesungguhnya, Roh Tuhan senantiasa siap sedia
berdiam dalam diri kita. Kini saatnya, kita sambut kehadiran-Nya. Ia sanggup
mengubah hidup kita untuk kebaikan kita sendiri, jemaat dan dunia ini. Tuhan
sendiri yang menebas akar keegoisan yang merasuk dan merusak kerukunan yang
benar di dalam persekutuana jemaat; jika kita merelakan diri dipenuhi dan
dipimpin oleh Roh Kudus.
Posting Komentar