PENGAMPUNAN DAN KASIH KARUNIA DI TENGAH PENGKHIANATAN DAN PENYESALAN (Matius 26:20-35)
PENGAMPUNAN DAN KASIH KARUNIA DI
TENGAH PENGKHIANATAN DAN PENYESALAN
(Matius 26:20-35)
Setiap
orang memiliki sesuatu yang ingin disembunyikan. Mungkin karena takut ketahuan,
takut dihakimi, atau takut masa depannya hancur. Itu sebabnya banyak dari kita
mencoba menutupi kesalahan-kesalahan dalam hidup, berharap tak ada yang
mengetahuinya. Namun, kisah Yudas Iskariot adalah sebuah pengingat bahwa
meskipun kita bisa menyembunyikan niat buruk di balik topeng kesetiaan, Tuhan
tahu apa yang tersembunyi di dalam hati kita.
Yudas
adalah sosok yang dipercayai oleh Yesus dan para murid lainnya. Sebagai
bendahara, ia memiliki tanggung jawab yang besar. Namun, di balik kepercayaan
itu, Yudas menyimpan rencana untuk mengkhianati Yesus. Yang mengejutkan adalah
betapa lihainya Yudas menyembunyikan niat jahatnya. Bahkan murid-murid lain
yang hidup bersama dengan dia setiap hari—yang makan, tidur, dan melayani
bersama—tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ketika Yesus berkata dalam
perjamuan terakhir, "Salah seorang dari kalian akan menyerahkan Aku,"
tidak ada satu pun yang langsung menuduh Yudas. Begitu mahirnya dia dalam
menyembunyikan dosanya.
Kisah
ini mengajarkan kita agar tidak mudah tertipu oleh penampilan luar seseorang.
Orang yang tampak sangat rohani, penuh kasih, dan seolah-olah sangat mencintai
Tuhan bisa saja menyembunyikan sesuatu yang gelap di dalam hatinya. Yudas
adalah contoh nyata bahwa meskipun kita bisa menipu manusia, kita tidak bisa
menipu Tuhan. Tuhan tahu isi hati kita.
Pada
malam itu, Yesus memberikan peringatan terakhir kepada Yudas, berkata,
"Anak Manusia akan diserahkan, tetapi celakalah orang yang menyerahkan
Dia. Lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak pernah dilahirkan."
Pernyataan ini penuh dengan kesedihan dan peringatan keras. Yudas yang telah
berjalan bersama Yesus selama bertahun-tahun, melayani bersama-Nya, dan bahkan
melihat mukjizat-mukjizat-Nya, akhirnya jatuh karena cintanya kepada uang lebih
besar daripada cintanya kepada Tuhan.
Ini
adalah peringatan bagi kita semua. Seperti Yudas, kita bisa saja memulai
pelayanan kita dengan penuh semangat dan ketulusan. Kita bisa dipakai oleh
Tuhan untuk memberkati banyak orang, kita bisa memiliki tanggung jawab besar
dalam pelayanan, mungkin sebagai pemimpin, pendeta, atau guru. Namun, di tengah
perjalanan, hati kita bisa saja berubah. Kita mulai tergoda oleh hal-hal
duniawi, dan perlahan-lahan meninggalkan kemurnian dalam pelayanan kita. Jika
kita tidak berhati-hati, kita juga bisa berakhir seperti Yudas—meninggalkan
Tuhan dan pelayanan kita untuk sesuatu yang fana.
Namun,
kisah ini juga memberi harapan. Meskipun malam itu Yudas menghadapi
penghakiman, di meja yang sama juga tersedia roti dan anggur—simbol pengampunan
dan kasih karunia Tuhan. Yesus tahu bahwa semua murid yang duduk di meja itu
akan meninggalkan Dia. Mereka akan menyangkal-Nya, melarikan diri karena takut.
Tapi Dia tetap memberikan mereka kesempatan untuk datang kepada-Nya, menerima
pengampunan.
Ini adalah pengingat bagi kita bahwa tidak peduli seberapa besar kesalahan yang telah kita buat, kita selalu bisa datang kepada Tuhan. Meja perjamuan ini bisa menjadi tempat di mana kita mencari pengampunan, tempat di mana kita menyerahkan penyesalan, rasa malu, dan kesalahan kita di hadapan Tuhan.
Yesus
telah mati supaya kita tidak dihukum. Dia telah ditolak oleh Allah supaya kita
diterima oleh-Nya. Oleh karena itu, ketika kita mendekati meja perjamuan,
datanglah dengan hati yang penuh penyesalan. Jangan datang dengan
kepura-puraan, tetapi datanglah dengan kerendahan hati, mencari pengampunan
dari Tuhan. Karena di meja inilah kita bisa menemukan kasih karunia dan
kemurahan yang akan memulihkan hidup kita. Amin
Posting Komentar