RASA RINDU

Table of Contents

 

RASA RINDU

(I TESALONIKA 2:17)

Tetapi kami, saudara-saudara, yang seketika terpisah dari kamu, jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati, sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu. 

Menurut sebuah studi, ketika orang berkomunikasi muka dengan muka, informasi yang kita dapatkan melalui kata-kata hanya 7%, selebihnya tersampaikan melalui nada suara, yaitu sebesar 38%, dan melalui bahasa tubuh sebesar 55%. Jadi, kalau kita berkomunikasi hanya melalui amail, SMS, WA dan lain sebagainya maka nada 93% informasi yang tidak tersampaikn kepada kita, itu berarti betapa terbatasnya komunikasi di antara kita, apa bila tanpa perjumpaan langsung muka dengan muka.  Dengan kata lain, komunikasi yang sebenarnya barulah utuh apabila kita bertatap muka, itulah sebabnya sekalipun sangat terbantu oleh perangkat komunikasi elektronik digital yang mampu menjembatani jarak jauh, kita tetap merindukan pertemuan tatap muka, bukan? Di masa pandemic ini kita sangat merasakan minimnya perjumpaan dengan tatap muka, terutama orangtua, anak, cucu, keluarga, sanak saudara, sahabat, dan rekan seiman, segereja, dan sepelayanan, walaupun syukurlah perangkat teknilogi sangat menolong kita, namun tetap saja ada wilayah kebutuhan yang tidak terjamah oleh komunikasi jarak jauh itu. Bagaimanapun kita tetap merindukan sebuah perjumpaan muka dengan muka, sambil mengeluh kapan berakhirnya pandemic ini, meluncur di bibir kita aku rindu padamu. Kita betul-betul disergap oleh rasa rindu atau kangen. Sebagian besar ekspresi diri kita, kalau berkomunikasi adalah bahasa tubuh, dan ekspresi terbesarnya adalah ekspresi wajah atau muka kita adalah bahasa yang paling banyak berbicara. Oleh karena itu, tanpa perjumpaan muka dengan muka terasa ada banyak yang hilang dari komunikasi kita, itu sebabnya kita bilang aku rindu padamu

Sebagai orang Yahudi, Paulus sangat tahu bahwa ekspresi wajah bukan hanya sekedar ekspresi jiwa manusia, melainkan bisa menjadi jalan atau cara Allah memberkati kita. Ketika Yakub bertemu kembali dengan Esau kakanya, setelah 20 tahun berpisah, ia berkata kepada saudara kembarnya itu, melihat mukamu adalah bagiku serasa melihat wajah Allah (Kej. 33:10). Para Imam pun mengucapkan berkat kepada umat dengan bahasa begini: Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera (bil. 6:26). Perjumpaan tatap muka yang membahagiakan adalah berkat Tuhan.

Paulus sangat tahu bahwa pancaran wajah dapat menjadi saluran berkat Tuhan dalam perjumpaan tatap muka, itu sebabnya ia benar-benar merindukan perjumpaan tatap muka dengan jemaat Tesalonika yang dikasihinya. Ia menulis “sungguh-sungguh, dengan rindu yang besar, telah berusaha untuk datang menjenguk kamu”. Paulus kangen sekali bertemu dengan mereka. Di pasal 3 ia malah menulis dua kali, betapa ia tidak dapat tahan lagi (ayat 1 dan 5). Lalu diayat 10 ia mengaku: siang malam kami berdoa sungguh-sungguh supaya kita bertemu muka dengan muka dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu. Menahan rasa kangen memang tidak enak, Paulus terhalang terus untuk berkunjung lagi ke Tesalonika sampai rasanya tidak tertahankan, tidak enak. Namun pada saatnya itulah kenyataannya yang harus dihadapi

Kita juga persis seperti keadaaan sekarang ini. Kita juga sempat harus banyak tinggal di rumah, tidak leluasa, pergi kemana-mana, bukan waktunya, tatap muka justru dihindari, akibatnya kita jadi kangen sekali. Namun, ada baikanya kita juga melihat rasa kangen dari sisi lain. Rindu atau kangen adalah sebauh pertanda yang paling alami bahwa kita masih percaya akan masa depan, yaitu: bahwa yang terbaik ada di depan sana. Ekspresi kasih yang paling utuh dan paling purna, masih akan tiba. Hati kita menaruh pengharapan akan datangnya suka cita dan damai yang tak dapat dilukiskan oleh kata-kata, yaitu perjumpaan muka dengan muka. Apa yang lebih kuat dari pada pengharapan seperti itu. Karena memiliki rasa rindu yang besar, Paulus melakukan apa saja yang perlu sebelum perjumpaan langsung dengan jemaat Tesalonika berlangsung. Walaupun terpenjara, semangatnya bangkit, ia mengutus Timotius datang lebih dulu ke Tesalonika, ia terus berdoa memikirkan dan menggembalakan jemaat melalui tulisan-tulisannya. Kerinduannya itu membuatnya lebih tekun dan tangguh. Jadi, pakailah rasa rindu dalam dada ini. Untuk membangkitkan energy positif dalam diri kita. Sampai kapan pun. Iman, pengharapan dan kasih, tidak akan terkalahkan oleh tantangan apapun di dalam kehidupan ini, di dalam Tuhan yang terbaik masih akan datang. Iman Kristen mengajak kita untuk percaya pada ujung dari segalanya perjumpaan muka dengan muka. Jika dia berkenan kita pasti akan dianugerahi kesempatan untuk berjumpa dengan dengan para kekasih hati kita yang kita rindukan di dunia ini.

Bagaimana dengan mereka yang telah mendahului kita? Meninggalkan dunia ini? Jawabannya sama, oleh iman dan anugerah dalam Kristus kita pun pasti akan berjumpa kembali dengan mereka di keabadian. Bahkan puncak dari segala sukacita, kemeneangan, damai, kelegaan. Keindahan dan kasih sempurna yang kita terima dari Tuhan puncaknya, wujudnya kelak adalah perjumpaan dengan dia muka dengan muka (1 Kor. 13:12). Marilah kita jadikan rasa rindu akan perjumpaan muka dengan muka dengan siapapun yang kita kasihi termasuk dengan Tuhan sebagai inspirasi, dorongan dan kekuatan untuk hidup bersemangat dan tetap berkarya selagi bisa. Yang terbaik masih akan tiba dan kita merindukannya. Amin.

 


 

 

 

Posting Komentar