Hidup Sebagai Keluarga Allah
Hidup Sebagai Keluarga Allah
Filemon 1 : 8 – 17
Bagaimana perasaanmu
jikalau engkau mempunyai seorang karyawan yang baik. Sejak muda engkau melihat
dia bekerja dengan rajin, lalu selangkah demi selangkah engkau memberi dia
kepercayaan. Engkau melihat dia bekerja dengan luar biasa, engkau senang
melihat usahanya dan engkau percaya kepadanya 100%. Bahkan kunci rumah dan
seisi rumahmu engkau berikan kepada dia yang simpan sebagai orang yang dapat
engkau percaya. Namun pada waktu engkau pergi berlibur bersama keluarga,
tiba-tiba engkau pulang semua hartamu lenyap dibawa lari oleh dia. Bagaimana
hati dan perasaanmu? Bisakah engkau mengubur semua kemarahan, kesedihan dan
kepahitan yang dalam atas pengkhianatan orang itu? Tahu-tahu, beberapa tahun
kemudian dia datang kepadamu sambil meminta ampun atas kesalahannya. Dia
membawa sepucuk surat dari seorang hamba Tuhan yang meyakinkan engkau bahwa
bekas karyawanmu ini sekarang sudah menjadi anak Tuhan yang sungguh-sungguh sudah
berubah. Bisakah engkau mengampuni dan mengasihi orang yang sudah merugikanmu
dan mengkhianatimu dengan begitu besar melukai hatimu?
Surat Filemon ini
ditulis karena Paulus ingin mengembalikan Onesimus kepada Filemon (ay. 12).
Mungkin memang dahulu Onesimus ini tidak berguna bagi Filemon, bahkan dengan
pelariannya barangkali Filemon pun sudah tidak mau lagi menerima Onesimus di
rumahnya. Tetapi Paulus meyakinkan Filemon bahwa saat ini Onesimus sudah jauh
berbeda dengan Onesimus yang dulu. Saat ini Onesimus sudah jauh berubah dan
justru akan berguna bagi Filemon, baik dalam hal-hal yang umum maupun dalam hal
membantu dalam pelayanan dan memberitakan Injil kepada orang lain (ay. 11).
Sebenarnya, Paulus sendiri berada dalam dilema, karena kehadiran Onesimus sangat
membantu Paulus selama ia dalam penjara (ay. 13), tetapi Paulus sadar bahwa
Onesimus akan jauh lebih berguna bagi Filemon ketimbang ia terus berada di sisi
Paulus. Inilah gambaran hamba Tuhan yang tidak egois. Paulus lebih mementingkan
pelayanan Filemon daripada pelayanannya sendiri sehingga akhirnya pun Paulus
memutuskan untuk memulangkan Onesimus agar dapat lebih berguna di tempat
Filemon.
Walaupun demikian,
Paulus tidak mau memaksa Filemon untuk menerima Onesimus kembali. Paulus ingin
agar Filemon menerima Onesimus dengan sukarela dan sukacita, bukan dengan
paksaan (ay. 14). Paulus pun mengatakan kepada Filemon, bahwa mungkin ini
memang rencana Tuhan untuk memisahkan sementara agar Onesimus dapat lebih
berguna bagi Filemon ketimbang dulu (ay. 15). Dan andaikata pun Filemon mau
menerima kembali Onesimus, Paulus ingin agar Filemon tidak lagi menganggap
Onesimus sebagai hamba, tetapi sebagai saudara kekasih di dalam Tuhan.
Kita kagum dengan
bagaimana Tuhan berkarya dalam hidup seseorang. Seandainya Onesimus tidak
kabur, kira-kira bagaimana dia bisa bertemu dengan Tuhan Yesus? Hal-hal yang
kadang-kadang kita tidak sangka dan tidak duga terjadi. Kita tidak tahu
bagaimana ketemunya, tetapi karena bertemu dengan Paulus, mendengar khotbah
Paulus, Onesimus mengalami perubahan total dalam hidupnya. Dia menerima Tuhan
Yesus, dan di situ Paulus melihat kuasa transformasi itu terjadi kepada dia.
Maka Paulus memakai kalimat ini, “Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan
sejenak daripadamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya”
(Filemon 1:15). Dalam perpisahan yang sementara dan supaya akhirnya kelak Tuhan
menyatakannya sebagai satu hal yang indah dan baik. Onesimus datang dan bertemu
dengan Filemon. Perjumpaan itu saya percaya mengejutkan hati Filemon. Onesimus
berdiri di depan pintu rumahnya sambil membawa sebuah surat dari rasul Paulus.
Bagaimana perasaan hati Filemon, kita tidak bisa bayangkan. Apakah hatinya
meluap-luap dengan kemarahan, kebencian, kepahitan oleh karena dikhianati?
Apakah hubungan yang sudah rusak bisa diperbaiki lagi?
Surat ini bicara
mengenai kuasa Injil yang luar biasa, kuasa Injil Yesus Kristus merubah moral
dan karakter seseorang. Filemon tidak mungkin bisa berubah dengan sendirinya.
Dia tidak bisa memaafkan Onesimus dengan sendirinya. Onesimus pun tidak bisa
dengan sendirinya merendahkan diri, mengakui segala kesalahan dan dosa dan
datang dengan siap menghadapi segala resikonya. Itu semua bisa terjadi ketika
kuasa nama Yesus Kristus, Pribadi itu merubah engkau, merubah kita semua. Di
situlah perasaan malu kita tanggalkan; di situlah harga diri kita singkirkan;
di situlah kerugian material kita abaikan; di situlah kemarahan, sakit hati,
kesedihan, kepahitan kita pendam dan buang semua oleh sebab Injil Yesus Kristus
telah merubahmu, telah merubah kita. Tetapi bagaimana dua orang yang pernah
luka itu ketemu lalu kemudian terjadi satu keindahan pemulihan di dalam relasi
mereka? Jawabannya, itu bisa terjadi hanya karena dua orang ini sudah dirubah
oleh Injil Yesus Kristus, karena kasih Yesus Kristus di tengah mereka.
Mari kita belajar
melihat hal-hal yang positif, mari kita belajar bagaimana menanggung dan
menerima orang-orang yang mungkin sifatnya berbeda dengan kita, dengan tidak
harus menciptakan sesuatu yang tidak baik dalam hidup kita. Seringkali dalam
hidup rumah tangga, di dalam bergereja, di dalam pelayanan dan di dalam
pekerjaan, kita selalu berpikir it is all about us, it is about
ourselves, it is about me, it is about myself. Kebanggaan,
kesuksesan, semua bagi diri sendiri. Kiranya nama Yesus Kristus, nama yang
indah, agung dan penuh kuasa itu merubah hidup kita, mentransformasi hati
pikiran kita. Injil Yesus Kristus harus merubah engkau menjadi seorang yang
dibentuk oleh Tuhan makin hari makin serupa dengan Yesus Kristus. Kita bisa
jatuh ke dalam kesalahan, kita bisa melakukan kesalahan, kita mungkin mempunyai
karakter yang berbeda. Mungkin kita bisa bilang, saya orangnya sudah begini,
saya tidak bisa dirubah oleh siapapun. Betul, kita hanya bisa dirubah oleh
Yesus Kristus.
Barangkali kita pun
pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Karena ada sedikit perselisihan,
akhirnya ada saudara seiman kita (atau bahkan mungkin diri kita sendiri) yang
pergi melarikan diri. Sejak saat itu kita mungkin menganggap orang itu sebagai
orang yang “salah”. Tetapi melalui kisah Filemon dan Onesimus yang kita baca
hari ini, kita kembali diingatkan bahwa di hadapan Tuhan semua adalah sama.
Kita adalah saudara di dalam Tuhan, dan jika ada masalah atau perselisihan di
antara saudara seiman, tentunya harus diselesaikan secara damai dan sesuai
dengan Firman Tuhan. Ingat, di antara kita tidak ada tuan dan hamba, semua
adalah saudara di dalam Tuhan. Kita adalah keluarga Allah. Oleh karena itu,
marilah hidup sebagai keluarga Allah yang menghidupi kasih cinta sebagaimana
Dia mengasihi kita dan menjadikan kita semua yang berdosa menjadi keluargaNya
di dalam Kristus Yesus. Amin.
“Hidup Sebagai Keluarga Allah”
Filemon 1 : 8 – 17
Bagaimana perasaanmu
jikalau engkau mempunyai seorang karyawan yang baik. Sejak muda engkau melihat
dia bekerja dengan rajin, lalu selangkah demi selangkah engkau memberi dia
kepercayaan. Engkau melihat dia bekerja dengan luar biasa, engkau senang
melihat usahanya dan engkau percaya kepadanya 100%. Bahkan kunci rumah dan
seisi rumahmu engkau berikan kepada dia yang simpan sebagai orang yang dapat
engkau percaya. Namun pada waktu engkau pergi berlibur bersama keluarga,
tiba-tiba engkau pulang semua hartamu lenyap dibawa lari oleh dia. Bagaimana
hati dan perasaanmu? Bisakah engkau mengubur semua kemarahan, kesedihan dan
kepahitan yang dalam atas pengkhianatan orang itu? Tahu-tahu, beberapa tahun
kemudian dia datang kepadamu sambil meminta ampun atas kesalahannya. Dia
membawa sepucuk surat dari seorang hamba Tuhan yang meyakinkan engkau bahwa
bekas karyawanmu ini sekarang sudah menjadi anak Tuhan yang sungguh-sungguh sudah
berubah. Bisakah engkau mengampuni dan mengasihi orang yang sudah merugikanmu
dan mengkhianatimu dengan begitu besar melukai hatimu?
Surat Filemon ini
ditulis karena Paulus ingin mengembalikan Onesimus kepada Filemon (ay. 12).
Mungkin memang dahulu Onesimus ini tidak berguna bagi Filemon, bahkan dengan
pelariannya barangkali Filemon pun sudah tidak mau lagi menerima Onesimus di
rumahnya. Tetapi Paulus meyakinkan Filemon bahwa saat ini Onesimus sudah jauh
berbeda dengan Onesimus yang dulu. Saat ini Onesimus sudah jauh berubah dan
justru akan berguna bagi Filemon, baik dalam hal-hal yang umum maupun dalam hal
membantu dalam pelayanan dan memberitakan Injil kepada orang lain (ay. 11).
Sebenarnya, Paulus sendiri berada dalam dilema, karena kehadiran Onesimus sangat
membantu Paulus selama ia dalam penjara (ay. 13), tetapi Paulus sadar bahwa
Onesimus akan jauh lebih berguna bagi Filemon ketimbang ia terus berada di sisi
Paulus. Inilah gambaran hamba Tuhan yang tidak egois. Paulus lebih mementingkan
pelayanan Filemon daripada pelayanannya sendiri sehingga akhirnya pun Paulus
memutuskan untuk memulangkan Onesimus agar dapat lebih berguna di tempat
Filemon.
Walaupun demikian,
Paulus tidak mau memaksa Filemon untuk menerima Onesimus kembali. Paulus ingin
agar Filemon menerima Onesimus dengan sukarela dan sukacita, bukan dengan
paksaan (ay. 14). Paulus pun mengatakan kepada Filemon, bahwa mungkin ini
memang rencana Tuhan untuk memisahkan sementara agar Onesimus dapat lebih
berguna bagi Filemon ketimbang dulu (ay. 15). Dan andaikata pun Filemon mau
menerima kembali Onesimus, Paulus ingin agar Filemon tidak lagi menganggap
Onesimus sebagai hamba, tetapi sebagai saudara kekasih di dalam Tuhan.
Kita kagum dengan
bagaimana Tuhan berkarya dalam hidup seseorang. Seandainya Onesimus tidak
kabur, kira-kira bagaimana dia bisa bertemu dengan Tuhan Yesus? Hal-hal yang
kadang-kadang kita tidak sangka dan tidak duga terjadi. Kita tidak tahu
bagaimana ketemunya, tetapi karena bertemu dengan Paulus, mendengar khotbah
Paulus, Onesimus mengalami perubahan total dalam hidupnya. Dia menerima Tuhan
Yesus, dan di situ Paulus melihat kuasa transformasi itu terjadi kepada dia.
Maka Paulus memakai kalimat ini, “Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan
sejenak daripadamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya”
(Filemon 1:15). Dalam perpisahan yang sementara dan supaya akhirnya kelak Tuhan
menyatakannya sebagai satu hal yang indah dan baik. Onesimus datang dan bertemu
dengan Filemon. Perjumpaan itu saya percaya mengejutkan hati Filemon. Onesimus
berdiri di depan pintu rumahnya sambil membawa sebuah surat dari rasul Paulus.
Bagaimana perasaan hati Filemon, kita tidak bisa bayangkan. Apakah hatinya
meluap-luap dengan kemarahan, kebencian, kepahitan oleh karena dikhianati?
Apakah hubungan yang sudah rusak bisa diperbaiki lagi?
Surat ini bicara
mengenai kuasa Injil yang luar biasa, kuasa Injil Yesus Kristus merubah moral
dan karakter seseorang. Filemon tidak mungkin bisa berubah dengan sendirinya.
Dia tidak bisa memaafkan Onesimus dengan sendirinya. Onesimus pun tidak bisa
dengan sendirinya merendahkan diri, mengakui segala kesalahan dan dosa dan
datang dengan siap menghadapi segala resikonya. Itu semua bisa terjadi ketika
kuasa nama Yesus Kristus, Pribadi itu merubah engkau, merubah kita semua. Di
situlah perasaan malu kita tanggalkan; di situlah harga diri kita singkirkan;
di situlah kerugian material kita abaikan; di situlah kemarahan, sakit hati,
kesedihan, kepahitan kita pendam dan buang semua oleh sebab Injil Yesus Kristus
telah merubahmu, telah merubah kita. Tetapi bagaimana dua orang yang pernah
luka itu ketemu lalu kemudian terjadi satu keindahan pemulihan di dalam relasi
mereka? Jawabannya, itu bisa terjadi hanya karena dua orang ini sudah dirubah
oleh Injil Yesus Kristus, karena kasih Yesus Kristus di tengah mereka.
Mari kita belajar
melihat hal-hal yang positif, mari kita belajar bagaimana menanggung dan
menerima orang-orang yang mungkin sifatnya berbeda dengan kita, dengan tidak
harus menciptakan sesuatu yang tidak baik dalam hidup kita. Seringkali dalam
hidup rumah tangga, di dalam bergereja, di dalam pelayanan dan di dalam
pekerjaan, kita selalu berpikir it is all about us, it is about
ourselves, it is about me, it is about myself. Kebanggaan,
kesuksesan, semua bagi diri sendiri. Kiranya nama Yesus Kristus, nama yang
indah, agung dan penuh kuasa itu merubah hidup kita, mentransformasi hati
pikiran kita. Injil Yesus Kristus harus merubah engkau menjadi seorang yang
dibentuk oleh Tuhan makin hari makin serupa dengan Yesus Kristus. Kita bisa
jatuh ke dalam kesalahan, kita bisa melakukan kesalahan, kita mungkin mempunyai
karakter yang berbeda. Mungkin kita bisa bilang, saya orangnya sudah begini,
saya tidak bisa dirubah oleh siapapun. Betul, kita hanya bisa dirubah oleh
Yesus Kristus.
Barangkali kita pun
pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Karena ada sedikit perselisihan,
akhirnya ada saudara seiman kita (atau bahkan mungkin diri kita sendiri) yang
pergi melarikan diri. Sejak saat itu kita mungkin menganggap orang itu sebagai
orang yang “salah”. Tetapi melalui kisah Filemon dan Onesimus yang kita baca
hari ini, kita kembali diingatkan bahwa di hadapan Tuhan semua adalah sama.
Kita adalah saudara di dalam Tuhan, dan jika ada masalah atau perselisihan di
antara saudara seiman, tentunya harus diselesaikan secara damai dan sesuai
dengan Firman Tuhan. Ingat, di antara kita tidak ada tuan dan hamba, semua
adalah saudara di dalam Tuhan. Kita adalah keluarga Allah. Oleh karena itu,
marilah hidup sebagai keluarga Allah yang menghidupi kasih cinta sebagaimana
Dia mengasihi kita dan menjadikan kita semua yang berdosa menjadi keluargaNya
di dalam Kristus Yesus. Amin.
Posting Komentar