MENANTIKAN TUHAN
Table of Contents
MENANTIKAN TUHAN
(1 SAMUEL 13:8-9)
Ia menunggu, tujuh hari lamanya, sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi, ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu, berserak-serak, meninggalkan dia.
Sebab itu, Saul berkata: "Bawalah kepadaku korban bakaran, dan korban keselamatan itu." Lalu ia mempersembahkan korban bakaran.
Siapakah di zaman sekarang ini, yang tidak punya masalah dengan keharusan untuk menunggu? Sebab, sejujurnya, hari-hari yang memenuhi otak kita ini, adalah perlombaan kecepatan. Siapa cepat, dia dapat. Semua ukurannya, adalah serba cepat, serba instan, serba mudah. Belanja online, harganya sama, bersaingnya di mana? Jelas, mana yang pengirimannya yang lebih cepat, bukan? Pokoknya, jangan minta saya menunggu. Ya, kita ini benar-benar dipacu untuk tidak sabar menunggu. Kita selalu punya masalah dengan menunggu. Menunggu itu, hal yang paling mengganggu dan menyebalkan kita. Antrean panjang, menunggu giliran, menunggu hasil, atau menunggu pengumuman, selalu membuat kita gelisah.
Namun, di sisi lain, harus kita akui, dalam hidup ini, ada cukup banyak perkara, yang memang mengharuskan kita untuk menunggu. Memang, begitulah sepatutnya. Seperti buah yang manis, memang harus hingga benar-benar masak. Kelahiran bayi, memang harus ditunggu sampai genap waktunya. Kelahiran yang prematur, justru menimbulkan masalah. Untuk hal-hal tertentu, memang justru dibutuhkan disiplin, serta kesabaran untuk menunggu sampai waktunya tiba. Sekali kita terburu-buru, tidak mau menunggu, semuanya malah menjadi kacau.
Hal ini, juga berlaku dalam kehidupan iman kita. Tuhan memang memakai proses menunggu untuk menyampaikan pesan, dan didikan-Nya kepada kita. Sayangnya, kita seringkali tidak sabar menunggu waktunya Tuhan.
Seperti yang terjadi pada Raja Saul. Samuel pernah berpesan kepadanya agar menunggu, sampai ia dating, untuk mempersembahkan kurban bakaran (1 samuel 10:8). Tetapi, karena Samuel belum juga datang, pada hal, musuh sudah di depan mata, ditambah lagi, prajuritnya banyak yang lari ketakutan. Saul tidak sabar lagi menunggu. Segera, ia mempersembahkan kurban sendiri (1 Samuel 13:9).
Saul menjadi panik. Kemudian ia jatuh, pada sikap mengandalkan diri sendiri. Aku raja, aku bisa mempersembahkan kurban bakaran itu sendiri. Padahal, dalam setiap peperangan, Tuhan ingin umat-Nya tahu, bahwa yang berperang itu sebenarnya Tuhan. Tuhan berperang bagi mereka. Dan mereka harus mengandalkan Tuhan. di situlah letak kemenangan sebuah peperangan.
Jadi, apa gunanya kurban bakaran dipersembahkan kepada Tuhan, sementara Saul justru mengadalkan dirinya sendiri. Kalau Tuhan sengaja membiarkan Saul menunggu kedatangan Samuel hingga akhir waktu, itu bukan tanpa maksud. Tuhan mau, di dalam proses menunggu itu, dimana jumlah prajuritnya berkurang karena sebagian meninggalkannya, ia tidak gentar, dan tetap percaya. Kemenangannya bukan bergantung pada jumlah tentaranya. Melainkan, pada Tuhan.
Tuhan mau, Saul menunggu, atau menantikan Tuhan. Dia mau Saul mengadalkan Tuhan. Dan karena itu, sabar, menunggu sampai Samuel datang. Sayang, Saul tidak patuh. Saul tidak mengandalkan Tuhan. Saul tidak sabar mununggu, dan akhirnya bertindak sendiri. Ibaratnya di sini, Saul tidak lulus ujian. Akibatnya, kepemimpinannya sebagai raja Israel, tidak kokoh. Tuhan menyerahkan takhtah itu kepada penggantinya, yaitu Daud. Samuel pun amat marah, dan kecewa padanya. Demikianlah, karena tidak sabar menunggu, Saul merusak kehidupan, dan masa depannya sendiri. Sebuah peringatan, dan pelajaran penting bagi kita semua, bukan?
Jalan pintas, selalu merupakan senjata andalan iblis, atau si jahat. Lihatlah, apa yang dilakukannya pada waktu ia mencobai Yesus, dengan tiga macam pencobaan di Padang Gurun (Matius 4:1-11). Ketiga jenis pencobaan atau godaan itu, jiwanya satu, sama, yaitu jalan pintas, cara cepat, tidak usah tunggu lama-lama. Kepada Yesus ditawarakan jawaban, dan penyelesaian, dan kemuliaan, atau kehormatan yang datang cepat tanpa melalui salib. Tidak usah repot-repot dan susah-susah, tersiksa, harus melewati prosesnya, yang membutuhkan waktu itu. Ini loh, ada jalan pintasnya. Tuhan Yesus, tegas menolak tawaran itu.
Kita pun harus senantiasa waspada. Agar tawaran-tawaran, jalan pintas, di dalam banyak aspek, di dalam kehidupan ini. Dalam pergaulan muda-mudi, dan berpacaran, di dalam penyelesaian masalah, di dalam mengahapi stress, di dalam jenjang karir, dan promosi di pekerjaan, prestasi dalam kompetisi olah raga, atau dunia keartisan, keberhasilan atau kesuksesan di dalam berbisnis, jabatan di pemerintahan, dan lain sebagainya. Semuanya, menyediakan godaan jalan pintasnya.
Pergaulan bebas, kekerasan, narkoba, suap, bisnis curang, korupsi, dan lain-lain, adalah jalan pintas itu. Bukannya keintiman, keberhasilan, medali, ketenaran, dan kekayaan itu salah, atau tabu untuk diraih. Tetapi, yang benar adalah untuk mencapai itu semua, ada prosesnya. Proses alami, yang justru sebaiknya dilewati dengan kesabaran, dan ketekunan sampai didapatkan pencapaian yang benar.
Kesuksesan yang benar, butuh proses dan waktu. Justru pencapaian yang benar lebih menjamin untuk dihargai. Baik oleh diri sendiri, maupun orang lain. Lebih menjamin keawetannya, atau kelanggengannya. Ya, acapkali dibelakang ketidak-sabaran menunggu sesuatu, lalu, kita memilih jalan untuk meraihnya dengan cara instant, tersembunyi sebuah pemberontakan kepada Tuhan, dan sikap mengandalkan kemampuan diri sendiri. Ada kalanya, iman kita memang dipertaruhkan di sini. Pada kesetiaan, dan kesabaran kita, untuk menunggu waktu Tuhan. Amin
Posting Komentar