CERMIN ATAU JENDELA
CERMIN ATAU JENDELA
(MATIUS 14:14)
Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang besar jumlahnya, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan Ia menyembuhkan mereka yang sakit.
Kita sering beranggapan, bahwa akan sulit bagi kita untuk bersikap, atau berbuat baik, menolong orang lain, kalau kita sendiri susah. Diri sendiri susah, kog..! mau menolong orang lain. Tetapi itu salah. Di dalam kenyataan tidak demikian. Saya pernah menyaksikan sebuah acara televisi Reallity Show yang berjudul “TOLONG”. Acara ini, mencoba secara tersembunyi memotret fenomena orang-orang kecil di tengah masyarakat, seperti: pemilik warung kecil, penarik gerobak sampah, penjual koran di pinggir jalan, atau bahkan seorang pemulung, yang ternyata masih punya hati, untuk menolong orang lain tanpa pamri. Itu berarti kesusahan tidak menghalangi orang, untuk menolong orang lain. Kebenaran inilah, yang ingin diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya. Dan tentu saja, juga kepada kita.
Pada waktu itu, Yesus sedang dalam kondisi susah hati. Dia sedang berduka, mengapa? Oleh karena ia mendengar kabar bahwa sahabatnya yang masih sanak saudaranya, yaitu Yohanes pembaptis, dibunuh oleh raja Herodes Antipas, dipenggal kepalanya. Dan dalam kedukaan itu Tuhan Yesus, bersama murid-murid-Nya bermaksud untuk menyepi ke tempat yang sunyi, Tetapi, orang-orang banyak yang mencari dia untuk meminta bantuan, dan pertolongan-Nya, tetap mengikuti, tetap minta tolong. Apakah Yesus menolak mereka? Apakah Yesus berhenti untuk menolong karena dia sedang dalam keadaan susah? Apakah kesusahan menghalanginya untuk menolong orang-orang itu? Ternyata tidak. Maka tergeraklah hati-Nya oleh belaskasihan kepada mereka, kata Matius 14:14, dan ditolong-Nya mereka. Oh itu berarti, kesusahan tidak menghalangi kita untuk berbuat baik, dan tidak boleh menghalangi. Kesusahan tidak boleh menjadi penghalang untuk kita menolong orang yang susah, Mengapa?
Ada cerita tentang seorang ibu, yang baru saja kehilangan suaminya, karena sakit yang parah. Selama beberapa minggu, ia meratapi dirinya, mengurung diri di dalam rumahnya, dan tidak mau ditemui, enggan berjumpa dengan siapa saja. Suatu kesempatan ketika pendeta menghubungi dan mendoakannya, pendeta mengajak dia untuk ikut dalam pelayanan perkunjungan ke rumah sakit, dan panti jompo. Tentu saja, semula dia menolak, sambil mengeluh dalam hati, saya sendiri orang susah, kog..! diajak berkunjung ke orang susah. Tetapi, setelah beberapa kali pendeta mengajaknya, akhirnya ia ikut. Dan ternyata, tanpa disadarinya selama waktu perkunjungan itu, hatinya tergerak oleh belas kasihan, hatinya tergerak untuk menghibur orang-orang sakit, dan orang-orang lanjut usia yang dikunjungi itu. Ucapan-ucapannya, dan terutama, doa-doanya amat menyentuh hati. Kedatangannya dirasakan sebagai berkat, oleh mereka yang dikunjungi, dan satu hal lagi sepulangnya dari pelayanannya itu, hatinya sendiripun terhibur, jiwanya meresa lebih tenang, bebannya terasa lebih ringan, dan ia pun rindu, dan berniat untuk ikut lagi dalam pelayanan itu.
Koreksi kedua yang dilakukan oleh Tuhan kepada murid-murid-Nya, dan juga kepada kita tentunya, adalah bahwa anggapan selain kesusahan, kita juga menganggaap kesibukan itu, menjadi penghalang kita untuk menolong, atau berbuat kebaikan kepada orang lain. Kesibukkan menjadi penghalang, itu juga salah. Apakah Tuhan Yesus pada waktu itu kurang sibuk?, Oh, Dia sangat sibuk, kegiatan-Nya sangat banyak, jadwal-Nya sangat ketat, waktu-Nya sangat padat. Kalau wanktu itu bermaksud untuk menyepi ke tempat yang sunyi, itu bukan untuk menganggur, melainkan untuk retret, untuk mengadakan pertemuan, bersama, melakukan evaluasi dan edukasi kepada murid-murid-Nya, untuk kepentingan pekerjaan yang selanjutnya. Ia sibuk, tetapi Ia tetap membuka hatinya, untuk menolong orang. Kesibukkan tidak boleh menjadi penghalang, yang menutup pintu hati kita, untuk menolong orang lain.
Tahukah anda, banyak pelayanan-pelayanan terbaik di dunia ini, dilakukan oleh orang-orang yang tersibuk, orang-orang paling sibuk di dunia ini, bukan oleh orang-orang yang menganggur. Oleh karena itu, jangan pernah memberikan alasan, saya tidak punya waktu untuk membantu dalam pelayanan ini. Atau bekata, nanti saja kalau sudah saya senggang, nanti saja, kalau saya sudah menganggur, nanti saja, kalau saya sudah pensiun, saya akan melakukan pelayan ini, atau saya akan membantu orang lain. Jangan! Sebab kapan waktunya kita menganggur, tidak ditentukan oleh semata-mata oleh kita sendiri. Dan andaikata waktu itu tiba, kita sudah menganggur, tidak dijamin bahwa waktu itu, kita masih punya keinginan atau kemampuan, untuk melakukan sesuatu. Ingat, kesibukan bukan halangan untuk kita melakukan kebaikan atau menolong sesama.
Banyak hal yang baik di dunia ini, dilakukan oleh orang-orang sibuk. Orang-orang sibuk, yang tetap membuka hatinya, untuk menolong orang, di tengah kesibukkannya. Orang-orang sibuk, yang pintu hatinya, tetap dibuka untuk melayani. Saudara saya terbilang orang sibuk, sibuk dengan pekerjaannya, amat sibuk saya tahu itu. Tetapi syukur kepada Tuhan, dia tetap mengerjakan pelayanan yang Tuhan percayakan kepadanya melalui gereja dimana dia bergabung. Secara rutin, dia melakukan pelayanan itu dengan setia, dan dengan bersungguh hati. Dia sibuk, tetapi dia tetap melayani. Kesibukkan, tidak pernah boleh menjadi penghalang untuk kita, untuk membuka mata, dan hati kita, untuk kebutuhan yang ada di sekitar, dan keperluan sesama kita.
Di dalam menghadapi realita kehidupan ini, ada dua sikap pilihan untuk kita, yang pertama adalah ketika kita memilih, seperti orang yang menatap, kearah kaca cermin. Tentu saja yang dilihat, adalah pantulan dirinya sendiri, yang dilihat adalah urusannya sendiri, kesusahannya sendiri, kesibukkannya sendiri, tidak ada ruang bagi yang lain. Apa akibatnya, kita sendiri tahu. Tetapi ada pilihan yang kedua, yaitu ketika orang memilih untuk menatap ke arah kaca jendela. Dimanan ia melihat apa yang ada diluar sana. Dia melihat cahaya atau bulan, melihat orang-orang yang bergerak di luar, dia melihat cahaya lampu yang berbinar, dia melihat daun-daun hijau yang segar. Dan selalu masih ada inspirasi, dan motivasi untuk berbuat sesuatu. Melihat ke kaca jendela.
Oleh karena itu, buatlah pilihan yang benar, ke arah mana kita menatap. Jangan biarkan hidup kita, seperti orang menatap ke arah kaca cermin saja. Jangan biarkan kesusahan. dan kesibukkan kita, menghalangi kita, untuk berbuat kebaikan untuk memperkaya diri dengan hal-hal yang luhur. Tetapi sebaliknya, seperti orang yang menatap ke kaca jendela. Bisa melihat banyak hal, dan membuka hati, untuk melakukan banyak perkara. Tetaplah lakukan hal-hal positif, perkara-perkara yang luhur, pebuatan-perbuatan menolong sesama, yang meringankan beban orang lain, sebab pada giliranya kita sendiri pun beban kitapun diringankan pada gilirannya kitapun menjadi diberkati dan lebih berbahagia.
Posting Komentar